29 Apr 2008

Dibalik Permasalahan Manusia


Kebahagiaan adalah dambaan setiap orang. Dari cendikiawan yang seluruh waktunya dicurahkan untuk berfikir dan merenung sampai orang awam yang selalu memeras keringat membanting tulang; dari para raja yang bertahta dalam megahnya singgasana istana, sampai kaum papa yang berteduh digubuk tua; seluruhnya menginginkan agar kebahagiaan menjadi miliknya. Kiranya tak seorang pun yang dalam hidupnya menginginkan penderitaan.

Namun ternyata kebahagiaan yang dicitakan itu tidak mudah untuk diraih, dijalan itu Allah simpan ujian berupa permasalahan-permasalahan hidup yang bisa merintangi jalan menuju kebahagiaan tersebut. Permasalahan yang merintangi hadir dengan berbagai variasi tingkatan. Kadang permasalahan yang hadir mampu dihadapi dengan senyum berseri; namun, kadang-kadang muncul pula permasalahan yang dirasa amat berat berat menghinggapi perjalan hidup ini. Dan, bisa jadi membuat kita berfikir tak akan mungkin bisa diselesaikan saking dirasa sulit sekali.

Setiap permasalahan, pastilah mampu kita selesaikan. Karena Allah membuat setiap permasalahan atau ujian sesuai dengan kemampuan hamba-Nya, sebagaimana firmannya :

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…. “ (TQS. Al-Baqarah : 286)

Tidaklah hadir permasalahan-permasalahan hidup untuk menggapai kebahagiaan itu kecuali pastilah kita mampu untuk menyelesaikannya. Tak ada perkara yang tidak dapat kita selesaikan. Yang ada hanya kesabaran kita untuk mengikuti proses untuk penyelesaian masalah tersebut. Dan, proses penyelesaian masalah tersebutlah yang justru akan membawa kita pada kebahagiaan. Suatu kebahagiaan yang hakiki, karena disandarkan kepada Sang Ilahi Rabbi, Allah swt.
Karenanya, Sekiranya ada yang tidak lulus dari ujian-Nya, sesungguhnya itu lebih disebabkan kesalahan manusia dalam menyikapinya.

Ketidaksabarannyalah yang menggagalkannya mendapatkan kebahagiaan. Ketidakyakinannya bahwa segala permasalahan berasal dari Allah, justru yang menjadikan masalah itu menjadi pelik untuk dihadapi. Padahal, apabila kita berpandangan positif kepada Allah, terus meningkatkan kedekatan kita kepada Allah, meminta pertolongan hanyalah kepada-Nya, insya Allah masalah tersebut lambat laun akan terurai dengan rapi.

Disinilah kiranya kesadaran akan keberadaan Allah akan semakin terasakan. Kesadaran bahwasanya Kekuasaan Allah senantiasa lebih besar bila dibandingkan dengan kesulitan yang dihadapi manusia. Hanya Allah yang memiliki keajaiban pertolongan. Dan keajaiban pertolongan-Nya, hanya didapat oleh mereka yang percaya bahwa Allah berkehendak memberikan pertolongan. Kalau bicara bahasan ini, saya teringat perkataan Ust. Yusuf Mansyur* berkenaan dengan hal ini. Beliau berkata, “bicara Tentang Pertolongan Allah, itu bicara tentang kekuatan iman, itu bicara tentang keajaiban iman.” Firman Allah :
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan seluruh alam.” (TQS. At-Takwir :29)
Lebih jauh beliau menjelaskan, hadirnya permasalahan hidup bagi manusia, akan memberikan nilai-nilai pencerahan bagi manusia, diantaranya :

1.Membangun optimisme, yang akan melahirkan keyakinan hanya kepada Allah tempat segala pengharapan.
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.(TQS. Al-Fatihah : 5)

2.Motivasi, yang akan melahirkan sifat tidak pernah merasa putus asa dari pertolongan Allah
“(kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri “(TQS. Al Hadiid: 23)

3.Menjadikan Allah sebagai wakil atas segala urusan di alam semesta
“Jika mereka sungguh-sungguh ridla dengan apa yang diberikan Allah dan Rasulnya kepada mereka, dan berkata :”Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebahagian dari karunia-Nya dahn demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah(tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka) .”(TQS. At-Taubah : 59)

4.Tiada yang tak mungkin bila Allah berkehendak“Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya “Jadilah”, maka jadilah ia.”(TQS.an-Nahl : 40)

5.Ketidakberdayaan manusia, akan melahirkan sifat kepasrahan penuh kepada Yang Maha Perkasa
“Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak member pertolongan), maka siapakah yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.” (TQS. Ali Imran : 160)

6.Manusia sangat dhaif, akan melahirkan sifat syukur atas semua kehendak-Nya,
“Dan dia berdoa,” Ya Tuhanku, berilah aku ilahm untuk tetap mensyukuri nikmnat-Mu yang telah engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau ridlai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh.” (TQS. An-Naml: 19)

Saudara, mengejar kebahagiaan di dunia dan akhirat bukanlah jalan mudah dan mengasyikan. Siap-siaplah seandainya beraneka macam permasalahan merintangi perjalanan. Bersabarlah dan Jadikan pertolongan Allah sebagai perbekalan.

Ingat, kita berhak dan bisa mendapatkan pertolongan Allah, asal kita sanggup meyakinkan Allah bahwa kita layak ditolong.
Wallahu a’lam


* Catatan Ceramah Maret 2008

* * *
[Ibnu khaldun aljabari]

12 Apr 2008


Negara Sudah Mati?

PESAN BAHWA NEGARA INDONESIA SUDAH MATI SEMAKIN KUAT. Saat ini negara tidak lagi sungguh-sungguh menjalankan fungsinya. Akibatnya, apa yang menjadi tujuan negara semakin jauh dari harapan. Tidak perlu teori negara yang rumit, semuanya pasti sepakat negara dibentuk untuk mencapai tujuan-tujuan utama dari bermasyarakat. Tujuan negara itu antara lain: menjamin kesejahteraan rakyat, menjamin keamanan masyarakat dan menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara rakyatnya.

Namun, di Indonesia negara malah cenderung tidak serius menjalankan fungsinya untuk meraih tujuan itu. Rakyat seperti dibiarkan mengurus urusannya sendiri. Negara cenderung lepas tangan. Negara nyaris tidak banyak berbuat saat banyak anak-anak yang sakit bahkan meninggal karena busung lapar dan kurang gizi. Tidak terhitung rakyat miskin yang harus menahan sakitnya, tidak berobat ke rumah sakit, karena biaya pengobatan yang mahal.

Lihat pula, banyaknya anak-anak yang harus putus sekolah karena biaya sekolah yang juga mahal. Alih-alih membangun rumah untuk rakyat miskin, yang dilakukan negara malah menggusur perumahan kumuh mereka dengan alasan mengganggu kenyamanan dan keindahan kota. Rakyat pun harus mengurus urusannya sendiri.

Keamanan juga sama. Kita menyaksikan di depan mata bagaimana pembunuhan, pemerkosaan, pencurian dan perampokan terus-menerus terjadi, seakan tidak bisa dicegah. Rakyat lagi-lagi harus mengurus urusannya sendiri. Mereka terpaksa menyewa petugas keamanan swasta atau ronda di malam hari.

Bukti negara nyaris mati adalah gagalnya negara menyelesaikan persoalan masyarakat. Kita bisa bertanya, persoalan apa yang bisa diselesaikan oleh negara dengan tuntas. Korupsi masih terus terjadi, bahkan menimpa aparat yang seharusnya menegakkan hukum. Tentu saja bukan tanpa alasan kalau sebuah lembaga anti korupsi menyebutkan lembaga penting negara seperti DPR, Kepolisian, dan Lembaga pengadilan justru menjadi tempat subur korupsi.

Memang, beberapa koruptor dijebloskan ke dalam penjara. Namun, secara kasatmata siapa pun bisa melihat, di sana ada tebang pilih. Kasus besar seperti BLBI malah dihentikan justru oleh aparat kejaksaan sendiri. Alasannya: tidak terdapat bukti pelanggaran hukum! Sungguh menyedihkan. Padahal BLBI telah menyebabkan negara rugi ratusan triliun rupiah.

Dalam banyak masalah sederhana negara juga gagal menyelesaikannya. Misal, betapa banyak saat ini jalan yang rusak namun tidak segera diperbaiki. Akibatnya, sangat fatal. Korban tewas maupun luka-luka karena kecelakaan sebagai akibat jalan rusak sudah sering terjadi, bahkan di jalan-jalan besar di Ibukota Jakarta. Banjir di kota-kota besar, seperti Jakarta, seperti tidak pernah bisa diselesaikan. Belum lagi persoalan kemacetan lalu-lintas, maraknya narkoba, pelacuran, minuman keras, pornografi dll. Kita bisa menyimpulkan, hampir tidak ada yang tuntas diselesaikan.

Mungkin para elit politik berargumentasi, kita butuh proses, kita baru memasuki era baru, seraya menyalahkan era sebelumnya. Pertanyaannya, haruskah rakyat menunggu proses yang demikian lama sementara kematian, sakit dan kelaparan ada di depan mata mereka? Apalagi tidaklah tepat kalau dikatakan kita baru memasuki era baru. Bukankah sejak merdeka sampai sekarang kita sudah menjalankan sistem Kapitalisme. Artinya, sudah puluhan tahun kita menjalankan sistem ini, tanpa hasil yang menggembirakan. Kalau sudah puluhan tahun kita menjalankan sistem ini , ternyata terus gagal, mengapa harus kita pertahankan?

Di sinilah letak penting penegakan syariah Islam bagi Indonesia untuk menyelesaikan persoalan kita secara tuntas. Apa yang terjadi sekarang sesungguhnya penyebabnya sudah jelas, yaitu sistem Kapitalisme. Apapun solusi yang ditawarkan, yang masih berbasis Kapitalisme, pasti gagal. Karena itu, solusi kita tinggal satu: kembali pada syariah Islam.

Syariah Islam sebagai solusi bukanlah slogan. Ia bisa dipertanggungjawabkan secara ideologis, paradigmatis maupun praktis. Secara ideologis, syariah Islam adalah ajaran yang bersumber dari Allah Swt., Zat Yang Mahasempurna. Allah Swt. Telah menjamin bahwa bangsa atau masyarakat yang menerapkan syariah Islam akan meraih ketenangan, ridha Allah, kemakmuran, keamanan dan kemenangan. Sebaliknya, kalau manusia jauh dari syariah Islam, mereka akan ditimpa bencana dan persoalan yang bertubi-tubi.

Syariah Islam juga bisa dipertanggunjawab-kan secara paradigmatis. Menurut Islam, fungsi negara adalah untuk menerapkan syariah Islam yang akan menyelesaikan persoalan manusia, dan fungsi kepala negara yang dikenal dengan sebutan imam atau khalifah adalah mengatur dan mengurus masyarakatnya. Rasulullah saw secara sederhana menggambarkan hal ini dalam hadisnya (yang artinya): Imam/Khalifah adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus. (HR Muslim).

Imam al-Mawardi dalam kitabnya, Al Ahkâm as-Sulthâniyah menjelaskan apa yang menjadi tugas umum kepala negara, antara lain: menjaga agama agar tetap berada di atas pokoknya; menjalankan hukum atas pihak yang bertikai sehingga keadilan dirasakan oleh semua pihak; menjaga keamanan masyarakat sehingga manusia bisa hidup tenang; menjalankan hukuman sehingga larangan Allah tidak dilanggar dan hak hamba-Nya tidak hilang binasa; menjaga perbatasan negara; berjihad melawan pihak yang menentang Islam setelah disampaikan dakwah kepadanya hingga mereka masuk Islam atau masuk dalam jaminan Islam (dzimmah); menarik fa’i dan memungut zakat; dll.

Secara praktis, berdasarkan syariah Islam, negara wajib menjamin kebutuhan pokok setiap individu masyarakat. Negara juga harus menjamin kebutuhan kolektif strategis seperti pendidikan dan kesehatan. Dalam hal ini negara wajib menjamin pendidikan yang murah, termasuk menjamin kesehatan rakyat.

Berkaitan dengan tanggung jawab kepala negara ini, Rasulullah saw. banyak mengingatkan betapa besar dosa penguasa yang menelantarkan rakyatnya. Beliau pernah bersabda kepada Abu Dzar ra.: “Sesungguhnya jabatan ini adalah amanah dan pada Hari Pembalasan ada kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang mengambilnya sesuai dengan haknya dan menjalankan kewajibannya.” [FW]


Paling Lambat Mengkhatamkan Al-Qur’an?

Oleh : Ibnu Khaldun Aljabari

MENCARI SUATU BUKU/KITAB yang mampu mendorong manusia untuk membacanya berkali-kali akan sulit kita temukan. Sangat sulit lagi apabila mencari sebuah buku yang mau dibaca oleh ribuan bahkan jutaan manusia di dunia ini. Lebih sulit lagi kalau kita mencari yang dibaca setiap hari, oleh manusia di dunia ini, setelah tamat akan diulangi lagi. Namun, faktanya ada.

Adalah Al-Qur’anul Karim, kitab sucinya umat Islam yang terbukti mampu mendorong setiap orang yang meyakini akan kebenaran kitab tersebut untuk membacanya setiap hari. Dibaca oleh setiap muslim minimal lima kali dalam sholat wajib setiap hari. Selain itu, ada juga yang mengkhususkan membacanya setiap pagi selepas sholat subuh. Ada juga yang mengkhususkan diri membacanya setiap ba’da sholat maghrib. Ada pula yang membacanya selepas sholat qiyamul lail. Dibaca dengan dikeraskan. Dibaca dengan suara yang merdu mengasyikkan. Apabila sudah menamatkan (khotam) al-qur’an tersebut, ia ulangi lagi dari awal.

Tidak membosankan, malahan semakin lama dibaca akan semakin menentramkan. Semakin baik bacaan yang membaca kitab tersebut, akan mendorongnya untuk meningkatkan kualitas bacaan dan keinginan untuk menghafalkannya di luar kepala. Semakin baik orang yang membaca al-qur’an maka akan memunculkan keinginan untuk semakin memahami kandungan ayat-ayat yang ada didalamnya. Dan, semakin faham orang dengan maksud-maksud ayat-ayat al-qur’an tersebut akan membangun keyakinannya bahwa ia adalah firman tuhan yang bukan hanya sekedar untuk dibaca dan dihafal, namun juga harus diamalkan dalam kehidupan.

Al-Qur’an ditulis dalam bahasa arab, namun yang membacanya tidak hanya orang arab saja namun Muslim Afrika, muslim Britania, Muslim Amerika, Muslim Australia, juga muslim Asia pun juga mampu membacanya. Tidak hanya mampu membaca kitab tersebut, tapi juga mampu memahami pula apa maksud dari ayat-ayatnya. Tidak ada pertentangan didalamnya. Kiranya hal tersebut merupakan salah satu bukti bahwa Al-Qur’an memang merupakan firman-Nya.

Sebagai ilustrasi, berikut saya nukilkan beberapa keterangan berkenaan dengan aktivitas membaca al-Qur’an yang dilakukan oleh kaum muslimin di jaman Nabi Muhammad saw dan sesudahnya. serta anjuran yang paling baik bagi seorang muslim dalam membaca al-Qur’an.

1. Mengkhatamkan al-Qur’an dua hingga tiga kali semalam


Abu Dawud meriwayatkan dari Muslim bin Mikhraq bahwa dia berkata :
Aku berkata kepada Aisyah : “ Sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki yang mengkhatamkan Al-Qur’an dua atau tiga kali semalam”. Maka Aisyah berkata: ”Mereka itu membaca padahal mereka tidak membaca. Aku shalat malam bersama Rasulullah saw. Dia membaca Surat Al-Baqarah, Ali Imran dan An Nisa’. Dia tidak melewati ayat tentang berita gembira, kecuali berdo’a dan mengharap dan tidak melewati ayat-ayat tentang siksa, kecuali berdoa dan meminta perlindungan”.

2. Menghatamkan dalam dua hingga tiga hari.

Ada beberapa orang yang memakruhkan khatam dalam waktu yang lebih pendek dari tiga hari itu, karena sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi dan dia menyatakannya shahih dari hadits bin Umar secara marfu:



"Orang yang membaca Al Qur'an dalam waktu kurang dari tiga hari tidak akan memahaminya".



Ibnu Abi Dawud dan Sa'id bin Manshur meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud secara mauquf bahwa dia berkata :


"Janganlah kalian membaca Al Qur'an (mengkhatamkanya) dalam waktu kurang dari tiga hari"

Ahmad dan Abu Ubaid meriwayatkan dari Sa'id bin Mundzir –dia tidak memiliki riwayat lain selain ini- bahwa dia berkata :



"Aku berkata : "Wahai Rasulullah, bolehkah aku membaca Al Qur'an dalam tiga hari ?" Dia berkata : "Ya, jika kamu bisa".



3. Menghatamkan Al Qur'an dalam empat hingga tujuh hari.



Inilah yang pertengahan dan yang terbaik. Dan inilah yang dilakukan oleh kebanyakan sahabat dan yang lainnya.



Asy Syaikhoni meriwayatkan dari Abdullah bin Amru bahwa dia berkata : "Rasulullah saw berkata kepadaku :

"Bacalah Al Qur'an dalam satu bulan". Aku berkata : "Aku masih kuat". Dia berkata ,"Bacalah dalam sepuluh hari" Aku berkata : "Aku masih kuat". Dia berkata, "Bacalah dalam tujuh hari. dan janganlah kamu menambah darinya"'



Abu Ubaid dan yang lainnya meriwayatkan dari jalur Wasi' bin Hiban dari Qais bin Abi Sha'sha'ah bahwa dia berkata :



" Wahai Rasulullah, dalam berapa hari aku membaca Al Qur'an?" Dia berkata: "Dalam lima belas hari". Aku berkata : "Aku mampu lebih dari itu". Dia berkata : "Bacalah dalam satu Jum'ah"

4. Mengkhatamkan al-Qur'an dalam delapan hari hingga dua bulan.

Ibnu Abi Dawud meriwayatkan dari Makhul bahwa dia berkata :

"Sahabat-sahabat Rasulullah saw yang paling kuat membaca Al Qur'an dalam tujuh hari. Beberapa diantara mereka membaca dalam satu bulan dan beberapa yang lain dalam dua bulan dan sebagian yang lain lebih lama dari itu".



5. Mengkhatamkan al-Qur'an dalam dua kali dalam setahun.

Abu Laits berkata dalam Al Bustan :


"Seyogyanya seorang pembaca itu menghatamkan Al Qur'an dua kali dalam satu tahun, jika dia tidak mampu lebih dari itu".


Hasan bin Ziyad telah meriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa dia berkata :


“Barangsiapa yang membaca Al Qur'an dua kali dalam satu tahun, maka dia telah memberikan hak Al Qur'an itu. Karena Rasulullah saw membaca Al Qur'an di hadapan Jibril pada tahun meninggalnya sebanyak dua kali".



5. Mengkhatamkan al-Qur'an dalam empat puluh hari



"Dimakruhkan mengakhirkan (menunda) khatam Qur'an satu kali lebih dari empat puluh hari tanpa adanya halangan. Inilah yang ditegaskan oleh Ahmad. Karena Abdullah bin Umar bertanya kepada Rasulullah saw: "Dalam berapa hari kita menghatamkan Al Qur'an?" Dia berkata: "Dalam empat puluh hari". (Diriwayatkan oleh Abu Dawud)


KESIMPULAN


Setelah dipaparkan hadits-hadits berkenaan frekuensi membaca al-qur’an yang dilakukan oleh kaum muslimin dijaman nabi dan para sahabat, dapat dapat disimpulkan :


1. Membaca Al-Qur’an hingga mengkhatamkannya haruslah disertai pula dengan upaya untuk memahami maksud dari ayat-ayat yang sedang di baca.


2. Bagi seorang muslim paling banyak mengkhatamkan al-Qur’an adalah tiga hari, apabila kurang dari itu ada beberapa orang memakruhkannya.


3. Dan menurut Abu Hanifah yang diriwayatkan Hasan bin Ziyad dan Abu Laits dalam Al Bustan, membaca (mengkhatamkan) Al-Qur’an dua kali dalam satu tahun, berarti kita telah memberikan hak Al-Qur’an.

4. Terakhir, saya ingin mengutip pendapat Imam An Nawawi dalam kitab Al Adzkar berkenaan dengan aktivitas membaca al’qur’an bagi seorang muslim di dunia ini .


"Pendapat yang dipilih adalah bahwa hal itu berbeda dari orang ke orang lain. Barangsiapa yang mempunyai pemikiran yang jernih, maka hendaklah dia membatasi pada kadar dimana dia dapat memahami apa yang dia baca. Begitu juga bagi orang yang sibuk untuk menyebarkan ilmu, menjadi hakim atau urusan-urusan keagamaan yang lainnya, maka hendaklah dia membatasi pada kadar dimana dia tidak menyia­nyiakan tugas yang dibebankannya. Dan jika bukan termasuk kelompok ini, maka hendaklah dia memperbanyak sebanyak mungkin sekira dia tidak bosan atau menjadikannya membaca dengan cepat sekali".



* * *

10 Apr 2008


Mengkhatamkan Al-Qur’an?


DI DUNIA INI saya kira tidak akan kita temukan suatu buku/kitab yang mampu mendorong manusia untuk membacanya berulang kali (puluhan, ratusan mungkin pula ribuan dan jutaan kali) oleh ribuan bahkan jutaan manusia, kecuali kitab suci umat Islam yaitu Al-Qur’an al-Kariim. Dan yang menarik lagi, membaca kitab suci ini seakan menjadi hobby bahkan menjadi kebutuhan sehari-hari seorang muslim. Tidak menjadikan bosan membacanya. Tidak pula membuat malas mengkajinya. Dan tidak kalah menariknya saya kira, yang membaca Al-Qur’an ini tidak hanya orang-orang yang memahami makna dan kandungannya saja, akan tetapi orang yang bukan arab, atau orang yang tidak memahami bahasa arab pun juga tergerak untuk rajin membacanya. Bahkan banyak sekali kaum muslim yang mampu menghafal ayat-ayat al-Qur’an ini secara sempurna dikepalanya. Sekiranya Al-Qur’an bukan firman Allah, saya yakin hal tersebut tidak akan terjadi. Subhanallah.

Sebagai ilustrasi, berikut saya nukilkan beberapa keterangan berkenaan dengan aktivitas membaca al-Qur’an yang dilakukan oleh kaum muslimin di jaman Nabi Muhammad saw dan sesudahnya. serta anjuran yang paling baik bagi seorang muslim dalam membaca al-Qur’an.

1. Mengkhatamkan al-Qur’an dua hingga tiga kali semalam

Abu Dawud meriwayatkan dari Muslim bin Mikhraq bahwa dia berkata :
Aku berkata kepada Aisyah : “ Sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki yang mengkhatamkan Al-Qur’an dua atau tiga kali semalam”. Maka Aisyah berkata: ”Mereka itu membaca padahal mereka tidak membaca. Aku shalat malam bersama Rasulullah saw. Dia membaca Surat Al-Baqarah, Ali Imran dan An Nisa’. Dia tidak melewati ayat tentang berita gembira, kecuali berdo’a dan mengharap dan tidak melewati ayat-ayat tentang siksa, kecuali berdoa dan meminta perlindungan”.

2. Menghatamkan dalam dua hingga tiga hari.

Ada beberapa orang yang memakruhkan khatam dalam waktu yang lebih pendek dari tiga hari itu, karena sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi dan dia menyatakannya shahih dari hadits bin Umar secara marfu:

"Orang yang membaca Al Qur'an dalam waktu kurang dari tiga hari tidak akan memahaminya".

Ibnu Abi Dawud dan Sa'id bin Manshur meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud secara mauquf bahwa dia berkata :

"Janganlah kalian membaca Al Qur'an (mengkhatamkanya) dalam waktu kurang dari tiga hari"

Ahmad dan Abu Ubaid meriwayatkan dari Sa'id bin Mundzir –dia tidak memiliki riwayat lain selain ini- bahwa dia berkata :

"Aku berkata : "Wahai Rasulullah, bolehkah aku membaca Al Qur'an dalam tiga hari ?" Dia berkata : "Ya, jika kamu bisa".

3. Menghatamkan Al Qur'an dalam empat hingga tujuh hari.

Inilah yang pertengahan dan yang terbaik. Dan inilah yang dilakukan oleh kebanyakan sahabat dan yang lainnya.

Asy Syaikhoni meriwayatkan dari Abdullah bin Amru bahwa dia berkata : "Rasulullah saw berkata kepadaku : "Bacalah Al Qur'an dalam satu bulan". Aku berkata : "Aku masih kuat". Dia berkata : "Bacalah dalam sepuluh hari" Aku berkata : "Aku masih kuat". Dia berkata : "Bacalah dalam tujuh hari. Dan janganlah kamu menambah darinya"'

Abu Ubaid dan yang lainnya meriwayatkan dari jalur Wasi' bin Hiban dari Qais bin Abi Sha'sha'ah bahwa dia berkata :

" Wahai Rasulullah, dalam berapa hari aku membaca Al Qur'an?" Dia berkata: "Dalam lima belas hari". Aku berkata : "Aku mampu lebih dari itu". Dia berkata : "Bacalah dalam satu Jum'ah"

4. Mengkhatamkan al-Qur'an dalam delapan hari hingga dua bulan.

Ibnu Abi Dawud meriwayatkan dari Makhul bahwa dia berkata :
"Sahabat-sahabat Rasulullah saw yang paling kuat membaca Al Qur'an dalam tujuh hari. Beberapa diantara mereka membaca dalam satu bulan dan beberapa yang lain dalam dua bulan dan sebagian yang lain lebih lama dari itu".

5. Mengkhatamkan al-Qur'an dalam dua kali dalam setahun.

Abu Laits berkata dalam Al Bustan :
"Seyogyanya seorang pembaca itu menghatamkan Al Qur'an dua kali dalam satu tahun, jika dia tidak mampu lebih dari itu".

Hasan bin Ziyad telah meriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa dia berkata :
“Barangsiapa yang membaca Al Qur'an dua kali dalam satu tahun, maka dia telah memberikan hak Al Qur'an itu. Karena Rasulullah saw membaca Al Qur'an di hadapan Jibril pada tahun meninggalnya sebanyak dua kali".

5. Mengkhatamkan al-Qur'an dalam empat puluh hari

"Dimakruhkan mengakhirkan (menunda) khatam Qur'an satu kali lebih dari empat puluh hari tanpa adanya halangan. Inilah yang ditegaskan oleh Ahmad. Karena Abdullah bin Umar bertanya kepada Rasulullah saw: "Dalam berapa hari kita menghatamkan Al Qur'an?" Dia berkata: "Dalam empat puluh hari". (Diriwayatkan oleh Abu Dawud)

Kesimpulan
Setelah dipaparkan hadits-hadits berkenaan frekuensi membaca al-qur’an yang dilakukan oleh kaum muslimin dijaman nabi dan para sahabat, dapat dapat disimpulkan :
1. Membaca Al-Qur’an hingga mengkhatamkannya haruslah dibarengi pula dengan upaya untuk memahami maksud dari Ayat-ayat yang sedang di baca.
2. Bagi seorang muslim paling banyak mengkhatamkan al-Qur’an adalah tiga hari, apabila kurang dari itu ada beberapa orang memakruhkannya.
3. Dan menurut Abu Hanifah yang diriwayatkan Hasan bin Ziyad dan Abu Laits dalam Al Bustan, membaca (mengkhatamkan) Al-Qur’an dua kali dalam satu tahun, berarti kita telah memberikan hak Al-Qur’an.
4. Terakhir, saya ingin mengutip pendapat Imam An Nawawi dalam kitab Al Adzkar berkenaan dengan aktivitas membaca al’qur’an bagi seorang muslim DI DUNIA INI .

"Pendapat yang dipilih adalah bahwa hal itu berbeda dari orang ke orang lain. Barangsiapa yang mempunyai pemikiran yang jernih, maka hendaklah dia membatasi pada kadar dimana dia dapat memahami apa yang dia baca. Begitu juga bagi orang yang sibuk untuk menyebarkan ilmu, menjadi hakim atau urusan-urusan keagamaan yang lainnya, maka hendaklah dia membatasi pada kadar dimana dia tidak menyia­nyiakan tugas yang dibebankannya. Dan jika bukan termasuk kelompok ini, maka hendaklah dia memperbanyak sebanyak mungkin sekira dia tidak bosan atau menjadikannya membaca dengan cepat sekali".


* * *
[Ibnu Khaldun Aljabari, akhir Maret 2008 ; dimuat di percikaniman.org tgl 02-04-2008]

2 Apr 2008

Keutamaan Membaca Al-Qur’an


Dan demikianlah kami wahyukan kepadamu wahyu (al-Qur’an) dengan perintah kami, Sebelumnya kamu tidak mengetahui apakah al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Qur’an itu cahaya, yang kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya Kami benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (TQS. As-Syu’ara (42) : 52)

Sebagaimana telah dipaparkan secara singkat dalam artikel membaca bukan hobby tapi perintah ilahi, maka membaca haruslah dijadikan aktivitas rutin dalam kehidupan setiap muslim. Baik dengan bersandarkan kepada dalil naqli yaitu surat al-alaq ayat 1-4, maupun qarinah yang ditunjukkan oleh al’qur’an kepada seorang muslim dan kaum muslimin untuk menjadi khairru ummah.

Syarat dari khairru ummah sebagaimana disinggung sebelumnya adalah dengan senantiasa melakukan amar ma’ruf dan nahyil munkar serta beriman kepada Allah. Dan pemikiran yang melahirkan tindakan khairru ummah itu tidak lain adalah dengan menyandarkan pemikiran tersebut kepada yang mampu menjadikan manusia tersebut berkepribadian seperti khairu ummah tersebut, yaitu bersandar kepada petunjuk Allah swt. Dan Al-Qur’an merupakan petunjuk tersebut, sebagaimana firmannya dalam surat Al Baqarah ayat 1-2 :
Alif laam miim. Inilah kitab (Al-Qur’an) yang tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang-orang yang beriman”.
Juga sabda Rasulullah :
Aku tinggalkan dua perkara kepadamu, kamu tidak akan tersesat selamanya didunia selama kamu berpegang teguh dengan keduanya, yaitu Kitabullah (al-Qur’an) dan Sunnah Nabinya (As-Sunnah).”
Untuk mengetahui petunjuk tersebut adalah dengan membaca. Dengan membaca manusia akan mampu berfikir. Dan sebaik-baik pemikiran adalah yang bersandarkan Al-Qur’anul karim. Mengingat realitas seperti itu, sangat dimaklumi sekiranya Allah swt memberikan keutamaan-keutamaan bagi para pembaca Al-Qur’an ini.

Berikut keutamaan-keurtamaan orang yang membaca Al-Qur;’an.

Allah memperbolehkan seseorang mempunyai hasad apabila melihat atau menemukan seseorang yang rajin membaca al-qur’an di waktu siang dan malamnya.
“Tidak ada hasad kecuali pada dua hal, yaitu seorang laki-laki yang diberikan karunia Al-Qu’ran oleh Allah dan dia membacanya di malam dan siang hari.” ( Hr.Bukhari Muslim)
Allah Swt memberikan pahala yang besar bagi orang yang membaca kitab-Nya. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw :
“ Barangsiapa yang membaca satu huruf dalam Al-Qur’an, maka dia akan memperoleh satu kebaikan. Dan satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan”. (Hr. Turmudzi)
Seorang yang disibukkan dengan membaca Al-Qur’an hingga lupa untuk meminta kebutuhannya pada Allah, maka akan Allah penuhi kebutuhannya dengan Sesuatu yang terbaik yang Allah berikan kepada orang yang meminta
“Allah swt telah berkata:”Barangsiapa yang disibukkan dengan al’Qur’an dan berdzikir kepada-Ku,hingga tidak sempat meminta kepada-Ku, maka aku akan memberikan apa yang terbaik yang Aku berikan kepada orang-orang yang meminta. Dan keutamaan firman Allah atas perkataan makhluk-Nya adalah seperti kautamaan Allah atas semua makhluknya.” (Hr. Turmudzi)

Allah juga akan memberikan syafaat kepada pembaca Al Qur’an.
“ Bacalah al-Qur’an. Sesungguhnya Al-Qur’an itu akan datang memberikan syafa’at kepada pembacanya pada hari Kiamat”. Hr.Muslim)
Rumah yang dimakmurkan dengan dibacakan al-Qur’an di tempat tersebut pun akan diberi keutamaan yang indah,
“ terangilah rumah-rumah kalian dengan sholat dan membaca Al’Qur’an”.
Rumah yang didalamnya di baca Al-Qur’an akan terlihat oleh penduduk langit seperti terlihatnya bintang-bintang oleh penduduk bumi”.(Hr.Baihaqi)

Keutamaan lainnya dari membaca al-Qur’an ini adalah, aktivitas ini merupakan aktivitas yang terbaik dari aktivitas ibadah lainnya. Sebagaimana Hadits dari Nu’man bin Basyir :
“ Sebaik-baik ibadah umatku adalah membaca Al’Qur’an” (Hr.Baihaqi).
Imam Baihaqi juga meriwayatkan dari Samurah bin Jundub :
”Setiap pengajar senang jika ajarannya diamalkan. Dan ajaran Allah adalah al-Qur’an.Maka janganlah kalian berseteru dengannya”.
Juga sebuah hadits dari Ubaidah al-makki secara marfu dan mauquf:
“wahai para pengemban al-Qur’an, janganlah kalian menjadikan Al-Qur’an sebagai bantal. Bacalah Al-Qur’an itu dengan sebenarnya siang dan malam hari dan sebarkanlah serta renungilah apa yang ada didalamnya.Semoaga kalian bahagia”.(Hr.Baihaqi)
Demikianlah beberapa keutamaan dari membaca Al-Qur’an yang Allah karuniakan bagi hamba-hambanya yang membaca Al-Qur’an. Semoga semakin menambah motivasi kita dalam membaca Al-Qur’an.

* * *
(Ibnu Khaldun Aljabari, Maret’08)

Referensi :
Samudera Ulumil Qur’an (Terjemah Kitab Al-itqan Fii Ulumil Qur’an) Karya Imam Jalaludin As Suyuthi. PT.Bina ilmu.
Pandanglah Laut, Apakah Yang Kau Pikirkan?

“ Jika seseorang mengerahkan pandangan ke laut, memikirkan permukaan laut yang biru, maka akan terfikir untuk bermain air atau berenang sekedar berolahraga saja. Mungkin juga hanya sekedar memandang ke lautan untuk menyejukkan matanya dan menikmati keindahan panorama ini.”

“Jika seseorang mengarahkan pandangan ke laut, dan memikirkan apa yang ada didalam laut, maka akan terfikir untuk mengambil mutiara untuk dijadikan perhiasan, Ikan-ikan sebagai makanannya. Boleh jadi mereka akan mengkaji spesies kehidupan lautan.”

“Jika seseorang mengarahkan pandangan ke laut, dan memikirkan apa yang ada di dasar laut pula, mereka akan berfikirkan untuk mengambil minyak bumi yang ada di dasar laut, untuk digunakan sebagai bahan bakar kendaraan. Penjualan minyak ini akan membawa keuntungan berlipat -lipat. Mungkin akan menyebabkan dia seseorang yang kaya raya. “

Ilustrasi di atas lahir dari pola fikir sebagian manusia dalam menyikapi realita/kenyataan. Dapat disebutkan, cara berfikir mereka ada tiga yaitu :

1. Memandang laut di permukaan saja adalah kiasan bagi berfikiran Dangkal

2. Memandang laut di dalam laut saja adalah kiasan bagi berfikiran Mendalam

3. Memandang laut di dasarnya saja adalah kiasan bagi berfikiran Cemerlang

Demikianlah cara sebagian manusia berfikir dalam mencermati realitas (fakta, kenyataan) yang ada dihadapannya. Suatu realita yang ada didepan mata hanya dilihat dari dzahirnya saja tanpa memikirkan apa yang ada dibalik realitas tersebut. Yang terpikir dalam benaknya hanyalah kesenangan atau kegembiraan saja. Tidak terfikir olehnya untuk melakukan sesuaru yang bisa membuat keadaan tersebut semakin lebih baik. Pemikirannya hanya sebatas panca inderanya. Ia hanya mampu memikirkan apa yang mampu panca inderanya dapatkan. Memandang apa adanya realitas, tidak berpandangan jauh. Inilah yang dimiliki oleh orang-orang yang berfikiran dangkal.

Adapun, berfikiran mendalam, boleh didefinasikan orang yang memikirkan sesuatu yang difahami tetapi tidak mendasar atau tidak mengetahui puncak-puncaknya. Juga gagal mengaitkan fakta-fakta yang benar lagi sahih. Maka dengan itu orang yang berfikiran mendalam tidak mampu memikirkan puncak-puncak realitas yang ada dibaliknya dan yang tersirat melainkan memikirkan apa-apa yang tersurat saja.
Walaupun cara berfikirnya mendalam, amat perlu ditingkatkan lagi sehingga menjadi berfikir cemerlang (Fikrul Mustanir). Cara berfikir cemerlang, mempunyai suatu pandangan yang jauh, memahami puncak-puncak suatu kejadian serta mengetahui penyelesaiannya yang paling tepat. Mampu mengaitkan fakta-fakta yang benar lagi sahih serta mengetahui perkara-perkara yang ada dibaliknya, baik yang tersirat maupun yang tersurat.
Untuk memahami maksud di atas, sebagai orang Islam perlulah merujuk kepada Al Quran sebagai petunjuk dan panduan hidup kita.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang yang berfikir (berakal).”
[TQS. Ali Imran, 3: 190]

Orang yang berfikiran cemerlang akan memperhatikan segala kejadian yang ada dilangit seperti matahari, bintang, bulan dan sebagainya serta segala hal yang ada dibumi seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia dan sebagainya. Perhatian mereka terhadap alam semesta, kehidupan dan manusia di dunia ini membuat mereka berfikir mestilah ada Penciptanya (alam semesta, kehidupan dan manusia), serta memperhatikan kejadian silih bergantinya kejadian malam dan siang menunjukkan pasti akan adanya Pengatur dari kejadian tersebut.
Memperhatikan isi kejadian yang ada dilangit dan dibumi akan melahirkan sebuah pemikiran bahwa semuanya terjadi mengikuti suatu peraturan yang telah ditetapkan. Orang yang berfikiran mengenai hal tersebut akan meyakini semua yang terjadi menunjukkan akan adanya Sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur, yang dipanggil Allah SWT. Maka Maha Pencipta dan Maha Pengatur membuat peraturannya sesuai dengan fitrah kejadiannya (sunnatullah).

Karena fitrah kejadian ini juga diciptakan oleh Maha Penciptanya, maka dengan itu sesuailah kejadian tersebut mengikuti peraturan yang ditentukan oleh Maha Pengaturnya.
Inilah orang yang mempunyai fikiran cemerlang yang mengaitkan dan berlandaskan fakta-fakta yang benar lagi sahih yaitu Al Quran dan As Sunnah. Serta mengetahui yang akan berlaku dari fakta-fakta yang benar itu dengan adanya hari Hisab di padang Mahsyar atas segala amalannya yang dikerjakan di pentas ujian ini (didunia). Serta mencari keredhaan dari Maha Pencipta dan Maha Pengaturnya (Allah) dengan ketentuannya yang termaktub di dalam risalahnya iaitu Al Quran sebagai panduan dan bimbingannya dan apa-apa yang datang dari seorang yang diutuskanNya sebagai contoh dan suri tauladan dari segi ucapannya, perbuatannya dan sifat diamnya yang disebut As Sunnah yang di bawa oleh Muhammad SAW sebagai utusan dan pesuruh Allah Swt.

Fikiran cemerlang ini wajar dimiliki oleh setiap insan yang beragama Islam. Karena Islam itu agama yang sempurna/syumul. Islam itu tinggi dan mengalahkan agama yang lain yang ada didunia ini.
Tetapi kini, Islam hanya tak ubahnya seperti seekor Harimau yang kehilangan taring dan kukunya. Islam yang dahulunya dikenali gagah, hebat, terkuat dan pernah memiliki 2/3 dunia hanya tinggal kenangan. Islam saat ini diinjak-injak, dihinakan dan dirusak oleh musuh-mkusuhnya. Darah yang mengalir dari kaum muslimin saat ini bagaikan darah yang tidak berharga, karena tak ada pembelanya. Nyawa orang Islam lebih murah jika hendak dibandingkan dengan nyawa Ikan Paus yang mempunyai Akta Perlindungan. Kemuliaan orang Islam tidak perlu diceritakan lagi,hilang lenyap entah kemana. Pendek kata saat ini perkara buruk yang menimpa umat islam saat ini dipikul diatas bahu setiap muslim termasuklah empunya diri ini.

Mengapa? Sebab keterpurukan dan kehinaan orang islam saat ini dikarenakan mayoritas kaum muslimin berfikiran dangkal tidak berfikiran cemerlang.
Ketidakmampuan memikirkan apa yang ada dibalik realitas yang dihadapi saat ini. Hanya memikirkan kesenangan dan kegembiraan saja. Bahkan tidak berusaha untuk merubah keadaan yang memprihatinkan supaya berubah menjadi lebih baik. Memandang realitas yang ada tanpa berfikiran jauh. Inilah ciri-ciri yang dimiliki oleh orang yang berfikiran dangkal.

Apabila orang islam memandang permasalahan yang yang terjadi saat ini - kemiskinan, korupsi, kriminalitas, degradasi moral, kenaikan harga barang, kenaikan bahan bakar, mahalnya biaya pendidikan, wabah kelaparan- secara menyeluruh, maka akan didapatkan kesimpulan bahwasanya semuanya mempunyai korelasi satu sama lain. Permasalahan yang terjadi dan menimpa kaum muslimin saat ini diakibatkan oleh kebijakan para pemangku otoritas(pemerintah) yang tidak cemerlang. Kebijakan yang lahir dari pandangan pendek, Menyelesaikan masalah sebagian-sebagian, atau menghalalkan segala cara untuk mencari keuntungan duniawi telah membawa kehancuran pada negeri ini. Inilah saya kira ciri pemerintah kita pun ternyata berfikiran dangkal.

Kesejahteraan bisa jadi hanya sekedar mimpi sekiranya para pemimpin kita tidak merubah cara berfikirnya ini. Pemikiran pendek harus di ubah untuk berfikiran jauh, yaitu akhirat. Mengikuti As Sunnah Rasulullah dalam memimpin merupakan methodenya. Inilah cara berpikiran cemerlang. Wallahu ‘alam.


* * *
(Maret’08, Ibnu Khaldun Aljabari)
Kufahami Syahadatku




“Asyhadu an-laa ilaha illalah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”


Kalimat diatas pasti familiar dan setiap muslim saya yakin hapal diluar kepala bacaan tersebut. Hal ini dikarenakan bacaan diatas yang disebut dengan syahadat merupakan rukun yang paling mendasar dari akidah Islam dan merupakan rukun islam yang pertama dari 5 rukun Islam. Ia sekaligus merupakan pusat dari seluruh ajaran Islam, dimana seluruh perkara aqidah dan syariat dalam Islam berdiri di atas dasar kalimat ini. Tak ada Islam tanpa kalimat ini.
Islam dibangun atas lima perkara, kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan Sholat, menunaikan zakat, melaksanakan haji, dan berpuasa pada bulan Ramadhan.”( HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar)

Menurut Rasulullah, kalimat syahadat juga merupakan kunci pintu syurga dan perahu penyelamat yang akan menghindarkannya dari jilatan api neraka.

Tidaklah seorang hamba bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasulnya, melainkan Allah mengharamkan neraka baginya.” ( HR.Bukhari dan Muslim)

Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka kepada siapa saja yang mengucapkan laa Ilaaha Illalah ( tidak ada Tuhan Selain Allah), yang dengannya dia mencari keridlaan Allah.” ( HR.Bukhari dan Muslim)

Barang Siapa mati sementara dia mengetahui bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dia akan masuk syurga.” ( HR. Muslim)

Kesaksian Laa Ilaaha Illallah Muhammadar Rasulullah juga menjadi pembeda antara seorang muslim dengan kafir. Dengan kedua kalimat itulah, seorang yang sebelumnya kafir masuk ke dalam agama Islam serta mendapatkan segala perlakuan hukum sebagai seorang muslim, misalnya dalam masalah harta dan pemeliharaan kehormatan. Rasulullah bersabda :

Aku diperintahkan ( oleh Allah) untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah. Barangsiapa yang mengucapkan kalimat itu, berarti dia telah mendapatkan perlindungan dariku akan jiwa dan hartanya …” ( HR.Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Jelaslah kalimat syahadat mempunyai posisi yang sangat penting bagi seorang muslim. Seorang muslim adalah orang yang mengimani dua kalimat itu, dan dengan keimanan itu Allah menjamin akan berbahagia di dunia dan akhirat. Sebaliknya orang-orang yang kafir adalah orang yang ingkar terhadap dua kalimat ini dan mereka adalah orang-orang yang celaka, hidup merugi di dunia dan akhirat.

Namun demikian, kemuliaan yang dijanjikan oleh Allah tersebut tidaklah datang begitu saja. Diperlukan perjuangan dan amal shaleh. Kalimat syahadat tak cukup hanya diucapkan, melainkan harus betul-betul difahami maknanya, dikenali syarat-syarat dan diamalkan segala konsekuensi-konsekuensi yang ada padanya.

Dalam berbagai nash Al-Qur’an dan As-Sunnah, keimanan selalu dikaitkan dengan amal shaleh. Ini menunjukkan bahwa keimanan yang berpangkal pada kalimat syahadat, harus diikuti denganaamal shaleh sebagai konsekuensi yang dituntut oleh kalimat syahadat itu.
Misalnya firnan Allah swt :

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu adalah sebagi-baik makhluk. “ (TQS. Al-Bayyinah : 7)

Selain itu, banyak dijumpai nash yang mengaitkan masuknya seorang hamba ke dalam syurga dengann amal shaleh yang dilakukannya, misalnya firman Allah swt :

Dan diserukan kepada mereka ( para penghuni syurga) ,’itulah syurga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.” (TQS.Al-A’raaf: 43)

Seorang tidak mengetahui apa yang disembunyikannya untuk mereka itu ( bermacam-macam ni’mat syurga) yang menyedapkan pandangan mata, sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjaklan.” (TQS. As-Sajdah : 17)

Ini semua menunjukkan, bahwa kalimat Laa Illaha Illalah Muhammadar Rasulullah bukan sekedar untuk diucapkan dengan mulut, tapi harus disempurnakan dengan bergiat melakukan amal shaleh sebagai konsekuensi dari kalimat itu, agar benar-benar bisa menjadi kunci syurga.

Wahhab bin Munabbih, seorang sahabat Nabi Saw, pernah ditanya seseorang,” Bukankah Laa Illaha Illalah itu kunci syurga?” Wahhab bin Munabbih lalu menjawab,” Benar.tetapi sebuah kunci pasti mempunyai gerigi. Kalau engkau membawa kunci yang bergerigi engkau akan bisa membuka pintu, tapi kalu tidak bergerigi, engkau tak akan bisa membukanya.” Yang dimaksudnya dengan gerigi pada kunci, adalah syarat dan konsekuensi yang terkandung dalam kalimat Laa Illaha Illalah.

Suatu saat Imam Al-Hasan Al Bashri, seorang tabiin besar, mendengar orang-orang secara dangkal berkata,” Orang yang mengucapkan Laa Illaha Illalah pasti masuk syurga.” Al Hassan Al Bashri lalu menjelaskan “Yang benar, barang siap mengucapkan Laa Illaha Illalah lalu menunaikan hak dan kewajiban yang melekat pada kalimat itu, niscaya dia masuk syurga.”

Bila berbagai syarat dan konsekuensi itu terwujud, niscaya kalimat syahadat yang bersemayam dalam dada seorang muslim akan berdampak nyata dan positif dalam kehidupannya. Kalimat Laa Illaha Illalah Muhammadar Rasulullah akan benar-benar bermakna baginya, tidak sekedar menjadi kalimat yang terucap di mulut tanpa makna dan pengaruh apa-apa.


* * *
Ibn Khaldun Aljabari, 11-03-2008 )
Berfikir Dangkal, Mendalam dan Cemerlang

Kemerosotan maupun kebangkitan merupakan produk dari proses pemikiran manusia.


Kemerosotan maupun kebangkitan merupakan produk dari proses pemikiran manusia. Suatu kebangkitan diharapkan terjadi manakala ada sesuatu atau daya dorong yang dihasilkan oleh pemikiran yang menyeluruh, sehingga masyarakat pun tergerak untuk bangkit. Sebaliknya, kemerosotan bisa terjadi tatkala tidak ada lagi pemikiran yang menyeluruh, sementara masyarakat tidak bisa menghasilkan pemikiran seperti ini sebagai kerangka berfikir mereka.

Dengan berfikir secara menyeluruh bersumberkan Al-Qur’an dan assunnah telah membangkitkan kaum muslimin di Arab pada jaman Nabi Muhammad saw hingga masa-masa kekhilafahan sesudahnya merupakan bukti yang sharih (jelas). Dan, kemunduran kaum muslimin pun terlihat jelas, dikarenakan pemikiran yang menyeluruh ini ditinggalkan.

Apa pemikiran menyeluruh ini? Pemikiran menyeluruh ini adalah suatu pemikiran yang memandang fakta ( benda, perbuatan, atau pemikiran) yang diolah di otak dihubungkan dengan konsepsi keberadaan Allah swt. Pemikiran yang tidak mampu mengkaitkan fakta dengan sang pencipta hanya bisa melahirkan pemikiran yang dangkal, atau paling banter pemikiran yang mendalam.

Misalnya, apabila ada pertanyaan kepada seseorang,” mengapa beragama islam?” dan di jawab,” Karena saya lahir dari keluarga Islam”, maka pemikiran ini dikategorikan dangkal, karena semua orang pun mampu untuk menjawab dengan jawaban serupa, seorang anak kecil bahkan seorang professor pun tidak menutup kemungkinan untuk berfikiran dangkal seperti ini.

Adapun berfikiran mendalam, adalah pemikiran yang lahir dari pemahaman terhadap fakta secara rinci dan mendalam. Pemikiran ini hanya dipunyai oleh orang-orang tertentu, seperti profesor, spesialis di bidang tertentu, dan lain-lain. Misalnya, jawaban pertanyaan di atas,” Beragama merupakan fitrah manusia. Sekiranya tidak beragama maka akan terjadi kegersangan atau suatu ‘kehilangan’ dalam diri seseorang, karena faktanya manusia membutuhkan kepada sesuatu yang mempunyai kekuasaan melebihi manusia itu sendiri. Dan, dalam agama ada konsep yang menjelaskan tentang ‘sesuatu’ yang lebih berkuasa daripada manusia yaitu tuhan. ….Dan karena orang tua islam, maka sayapun beragama islam.”. Jawaban ini argumentatif, tetapi tetap lemah karena tidak komprehensip. Sangat mungkin pemikiran seperti ini untuk berubah apabila mendapat argumentasi yang lebih kuat.

Adapun orang yang berfikir secara menyeluruh/komprehensip dia menjawab dengan multidisplin serta mampu membuktikan akan kebenaran argumentasinya sekaligus pula mampu mengkaitkannnya dengan keberadaan Allah swt. Orang yang berfikiran komprehensip menjawab pertanyaan di atas,” Adanya manusia, alam semesta dan kehidupan ini pasti ada yang menciptakan. Dia adalah sang khalik. Konsepsi sang khalik dalam Islam dinamakan dengan Allah swt. Konsepsi ini lebih logis dibandingkan dengan konsepsi yang lain. Islam memandang bahwa Tuhan ada tanpa ada yang menciptakannya, ia bersifat azali, tidak berawal dan berakhir. Apabila tuhan ada karena diciptakan maka dia adalah makhluk. Dan apabila tuhan ada awalnya ataupun akahirnya, itupun membuktikan ia terbatas. Sesuatu yang terbatas adalah makhluk, dan Sang Khalik, Tuhan tidak layak mempunyai sifat terbatas. Dan inilah konsepsi islam.”

Manusia di dunia diciptakan oleh sang khalik. Dia di dunia adalah untuk melaksanakan keinginan sang khalik. Dan, kelak akan kembali kepada sang khalik untuk mempertanggung jawabkan apa yang telah dilakukannya selama di dunia. Oleh karena itu, sang khalik memberikan petunjuk kepada manusia bagaimana dia harus hidup di dunia. Al Qur’an merupakan petunjuk tersebut. Dan Nabi Muhammad saw merupakan utusan dari sang khalik ini. Bukti akan keautentikan Al Qur’an sebagai firman Allah serta kebenaran Al-Qur’an bisa dibuktikan. Dan Al Qur’an Menyatakan bahwasanya Hanya Islam yang merupakan Agama yang Allah Ridlai untuk dipeluk oleh umat Manusia.itulah mengapa saya memilih Islam.”

Itulah contoh pemikiran yang menyeluruh. Dia bisa juga di sebut pemikiran yang cemerlang (al mustanir). Dan Konsep pemikiran ini yang kiranya harus menjadi metode berfikir seorang muslim. Wallahu ‘alam.
* * *

(Ibn Khaldun Al Jabari, 7 Maret 2008)