19 Feb 2008

Imam Muttaqien, Tegar Eka Perdana, Elgia Melissa Kirana, Diah Ajeng Setiawati, Suci Wulandari, semuanya mahasiswa Teknik Lingkungan ITB, mencoba mencari solusi atas permasalahan tersebut. Penelitian mereka yang berjudul "Pembuatan Batu Bata Sebagai Media Penyisihan Senyawa Fosfat dari Limbah Grey Water Domestik", adalah salah satu proposal dari ITB, yang meski tidak menang, lolos didanai Dikti untuk ikut pada Pekan Ilmiah Mahasiswa nasional (Pimnas) XX di Unila, Lampung, Juli lalu. "Awalnya, saya dapat referensi ide saat sedang kerja praktik dari salah seorang di sana, lalu saya kembangkan lagi," kata Imam, yang menjadi ketua kelompok, dalam obrolan dengan Kampus di pelataran Student Center ITB, Minggu (5/8).
Al-Qur’an Firman Allah?

Pertanyaan mendasar dalam hidup seorang manusia, disadari maupun tidak terdiri dari 3 perkara:

  1. Dari mana manusia berasal?
  2. Untuk apa manusia hidup di dunia?
  3. Akan kemana manusia setelah meninggal?

Ada beberapa orang yang menjawab bahwasanya manusia berasal dari sebuah materi. Tidak diciptakan namun ada dengan sendirinya. Dia tidak mampu membuktikan adanya Tuhan sehingga tidak memeluk suatu agama atau kepercayaan tertentu. Hidupnya adalah untuk mencari kebahagiaan. Pimpinannya adalah hawa nafsu dan akalnya. Tidak aneh sekiranya mereka hidup layaknya hewan karena menyandarkan segala aturannya atas dasar hawa nafsunya. Kita menamakan mereka sebagai orang yang ateis dalam konsep ketuhanan, dan berfahamkan materialis dalam berfikir serta berprilakunya.

Ada pula orang-orang yang mampu membuktikan adanya sang pencipta. Mana mungkin adanya sesuatu tapi tidak ada yangmengadakan. Adanya makhluk pasti pula adanya sang pencipta. Mereka hidup di dunia untuk melaksanakan misi tuhan-Nya. Dan kelak, mereka akan kembali kepadaNya.

Namun, Argumentasi mereka tidak logis. Antara Pertanyaan pertama dengan kedua, kedua dengan ketiga tidak ada sangkut pautnya katanya.

Mereka yakin diciptakan tuhan tapi menolak sekiranya tuhannya mengatur kehidupan mereka. Mengapa?

Pernah mereka-Nasrani- mencoba tuhannya – aturan agamanya- untuk mengatur gereja dan kehidupan ini, namun ternyata gagal untuk menjawab permasalahan manusia, bahkan malah menyengsarakan manusia. Pendzaliman, penindasan, pelacuran, penipuan, pemerasan, penolakan terhadap ilmu pengetahuan, pengkastaan, dll.

Yang diatas adalah fakta ketika Nasrani memimpin kehidupan di Eropa. Bukannya kecemerlangan dan kesejahteraan, tapi malah dark age yang hadir di Eropa. Maka akhirnya orang-orang Eropa ini menolak agama mengatur kehidupan karena terbukti menyengsarakan. Adagium yang Masyhur saat itu “Berikanlah kekuasaan gereja kepada Pendeta, tetapi Kehidupan berikanlah kepada kaisar”.

Pemikiran memisahkan agama dengan kehidupan dinamakan dengan sekulerisme. Orangnya dinamakan orang sekuler.

Jawaban Islam : Al Qur’an

Sumber Hukum Islam yang pertama dan utama yaitu Al Qur’an, menjawab tiga pertanyaan tersebut. Jawaban dari Al Qur’an untuk pertanyaan pertama; manusia ada karena ada yang menciptakan. Yang diciptakan namanya makhluk, dan yang menciptakan bernama sang Khalik. Artinya manusia adalah makhluk, lalu siapa sang Khalik?

Sang khalik haruslah berbeda dengan makhluk. Sang Khalik itu ada dengan sendirinya. Dia tidak berawal dan tidak berakhir (azali). Al Qur’an menamainya dengan nama Allah. (baca Jalan Menuju Iman: Allah Tuhanku, tgl 16-01-2008)

Jawaban terhadap pertanyaan yang kedua, Allah menciptakan manusia dengan suatu misi. Misi utama manusia di dunia ini adalah untuk beribadah kepada-Nya. Melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangannya.

Dan jawaban ketiga, setelah mati, manusia akan kembali kepada Allah untuk mempertanggung jawabkan masa hidupnya ketika di dunia. Apakah dia melaksanakan misinya yaitu menegakkan hukum-hukumNya di muka bumi ini, atau sebaliknya malah mendurhakai-Nya dengan tidak menerapkan hukum-hukumnya di muka bumi.

Manusia akan diganjar sesuai dengan amalnya masing-masing. Apabila manusia taat kepada Allah dengan hidup sesuai aturannya, maka kelak di akhirat dia akan diganjar dengan Syurga. Sebaliknya, apabila manusia selama hidupnya di dunia tidak mau diatur dengan aturan Allah maka ganjarannya adalah neraka. Naudzubillahimindzalik.

Al Qur’an firman Allah ?

Setiap muslim wajib meyakini tanpa keraguan sedikitpun apa yang ada dalam al Qur’an. Hal ini dikarenakan Al-Qur’an adalah memang benar-benar firman Allah swt. Sekiranya ada anggapan Al-qur’an buatan bangsa Arab karena bahasanya Arab atau sekiranya ada anggapan al-Qur’an merupakan buatan Muhammad, argumentasi ini kurang tepat dan bisa dibuktikan kesalahannya.

Argumentasi al Qur’an merupakan buatan bangsa arab sangat lemah. Hal ini dibuktikan oleh tantangan al-Qur’an kepada bangsa Arab untuk membuat satu surat bahkan satu ayat untuk menandingi al-qur’an, namun ternyata bangsa arab tidak bisa.

dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al_Quran yang kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal dengan al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolong kalian selaian Alllah, jika kamu orang-orang yang benar” (TQS. Al-Baqoroh (2) : ayat 23)

Kemungkinan kedua, juga tidak bisa diterima. Muhammad SAW termasuk orang Arab. Kalau seluruh orang Arab tidak mampu memenuhi tantangan untuk membuat satu surat pun yang semisal dengan al-Qur’an, apalagi Nabi Muhammad yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis), tentu lebih tidak bisa lagi. Andai saja Nabi Muhammad SAW bisa membuat al-Qur’an, orang-orang Arab lain yang lebih pandai dari Nabi Muhammad tentu lebih bisa membuat al-Qur’an.

Selain itu, gaya bahasa dalam tutur kata beliau sebagaimana yang terekam dalam hadis-hadis qauliyah ternyata berbeda dengan gaya bahasa al-Qur’an. Sekalipun seseorang barang kali bisa berbicara dalam dua gaya bahasa, namun mengeluarkan ungkapaan dalam intensitas yang tinggi sebagaimana yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari Rasulullah SAW adalah suatu hal yang mustahil terjadi. Kalaupun ada yang berupaya keras untuk melakukannya, kemiripan diantara dua gaya bahasa yang dia ungkapkan akan kerap kali terjadi. Sedangkan gaya bahasa al-Qur’an jelas berbeda dari gaya bahasa hadist. Ini jelas menunjukkan bahwa al-Qur’an bukanlah perkataan (kalam) nabi Muhammad SAW sendiri.

Bahwasannya al-Qur’an bukan buatan Muhammad SAW, juga dibuktikan dengan adanya fakta-fakta ilmiah yang terkandung dalam sebagian ayat-yat al-Qur’an. Fakta-fakta ilmiah yang sedemikian canggih dan rumit itu baru terbukti pada masa modern kini, hal ini menunjukkan al-Qur’an tidak mungkin dikarang oleh Muhammad SAW yang ummi itu.

Dengan pemaparan tersebut, kiranya dapat disimpulkan, anggapan al-Qur’an dibuat oleh Orang Arab ataupun karangan Nabi Muhammad adalah anggapan yang keliru. Yang benar adalah Al Qur’an merupakan Firman Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad dengan perantaraan Malaikat Jibril.

* * *

(Ibn Khaldun Aljabari, 18 Februari 2008)

----------------------------------------------------------------------------------------------------------

[Dikirim ke percikaniman.org tgl 18 feb 08]

17 Feb 2008

Al-Qur’an Firman Allah?

Pertanyaan mendasar dalam hidup seorang manusia, disadari maupun tidak terdiri dari 3 perkara1:

  1. Dari mana manusia berasal?
  2. Untuk apa manusia hidup di dunia?
  3. Akan kemana manusia setelah meninggal?

Jawaban Islam : Al Qur’an

Sumber Hukum Islam yang pertama dan utama yaitu Al Qur’an 2, menjawab tiga pertanyaan tersebut. Jawaban dari Al Qur’an untuk pertanyaan pertama; manusia ada karena ada yang menciptakan 3. Yang diciptakan namanya makhluk4, dan yang menciptakan bernama sang Khalik4. Artinya manusia adalah makhluk5, lalu siapa sang khalik?

Sang khalik haruslah berbeda dengan makhluk5. Sang Khalik itu ada dengan sendirinya6. Dia tidak berawal dan tidak berakhir (azali)7. Dan Dia berbeda dengan makhluknya. Al Qur’an menamainya dengan nama Allah8. ( Jawaban logisnya bisa dibaca pada artikel Jalan Menuju Iman: Allah Tuhanku, tgl 16-01-2008)

Jawaban terhadap pertanyaan yang kedua, Allah menciptakan manusia dengan suatu misi. Misi utama manusia di dunia ini adalah untuk beribadah kepada-Nya. Melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangannya.

Dan jawaban ketiga, setelah mati, manusia akan kembali kepada Allah untuk mempertanggung jawabkan masa hidupnya ketika di dunia. Apakah dia melaksanakan misinya yaitu menegakkan hokum-hukumnya di muka bumi ini, atau malah sebaliknya malah mendurhakaiNya dengan tidak menerapkan hokum-hukumnya di muka bumi. Manusia akan diganjar sesuai dengan amalnya masing-masing. Apabila manusia taat kepada Allah dengan hidup sesuai aturannya, maka kelak di akhirat dia akan diganjar dengan Syurga. Sebaliknya, apabila manusia selama hidupnya di dunia tidak mau diatur dengan aturan Allah maka ganjarannya adalah neraka. Naudzubillahimindzalik.

Al Qur’an firman Allah ?

Setiap muslim wajib meyakini tanpa keraguan sedikitpun apa yang ada dalam al Qur’an. Hal ini dikarenakan Al-Qur’an adalah memang benar-benar firman Allah swt. Sekiranya ada anggapan Al-qur’an buatan bangsa Arab karena bahasanya Arab atau sekiranya ada anggapan al-Qur’an merupakan buatan Muhammad, argumentasi ini kurang tepat dan bisa dibuktikan kesalahannya.

Argumentasi al Qur’an merupakan buatan bangsa arab sangat lemah. Hal ini dibuktikan oleh tantangan al-Qur’an kepada bangsa arab untuk membuat satu surat bahkan satu ayat untuk menandingi al-qur’an, namun ternyata bangsa arab tidak bisa.

Argumentasi bahwa al-qur’an pun merupakan karangan Muhammad, pun juga sangat lemah, mengingat Muhammad merupakan orang yang ummi (tidak bisa baca dan tulis).

4 Feb 2008

Ikatan Manusia


MANUSIA oleh Allah swt dibekali dengan kebutuhan fisik (hajat al-udhawiyyah) dan naluri (gharizah). Untuk memenuhi kebutuhannya ternyata manusia tidak bisa mengadakannya selalu oleh diri sendiri, namun kadang membutuhkan pertolongan orang lain. Hal ini membuktikan kelemahan dan keterbatasan manusia sebagai makhluk.

Kebutuhan untuk memenuhi naluri lapar,haus, mempertahankan diri, mempertahankan keturunan,menginginkan rasa aman, mencari ketentraman serta ekspresi manusia lainnya melahirkan sebuah interaksi dengan manuai lainnya. Inilah kenapa orang barat menyebut manusia sebagai homo socius (manusia social, manusia bermasyarakat). Dari interaksinya dengan manusia lain ini melahirkan sebuah masyarakat, sebuah bangsa, hingga sebuah peradaban , semisal peradaban Yunani, Romawi, Islam, dll.

Bagaimana manusia bisa terikat satu sama lain dalam kehidupan ini?

Apabila kita lihat ternyata banyak ragam orang bersatu atau mengikatkan diri dalam suatu wadah (organisasi, kesukuan, paguyuban, Negara, dll). Berikut ikatan-ikatan mempersatukan manusia dengan manusia lain:

1. Ikatan Nasionalisme

Ikatan ini terjadi ketika manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tidak beranjak dari situ. Naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempat dimana mereka hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan nasionalisme.

Ikatan semacam ini muncul ketika ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Tetapi bila suasananya aman dari serangan musuh atau musuh tersebut dapat dilawan dan diusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini. Karena itu, ikatan ini rendah nilainya.

2. Ikatan kesukuan (sukuisme)

Ikatan ini tumbuh di tengah- tengah masyarakat pada saat pemikiran manusia mulai sempit. Ikatan ini mirip dengan ikatan kekeluargaan, hanya sedikit lebih luas. Munculnya ikatan kesukuan karena manusia pada dasarnya memiliki naluri mempertahankan diri, kemudian dalam dirinya mencuat keinginan untuk berkuasa. Keinginan itu muncul hanya pada individu yang rendah taraf berfikirnya.

Apabila kesadarannya meningkat dan pemikirannya berkembang, maka bertambah luaslah wilayah kekuasaannya, sehingga timbul keinginan keluarga dan familinya untuk berkuasa. Keinginan tersebut terus melebar sesuai dengan perkembangan pemikirannya, sampai suatu saat timbul keinginan sukunya berkuasa di negeri tersebut. Apabila mereka telah mendapatkan kekuasaan itu, ia pun ingin sukunya menguasai bangsa-bangsa yang lain. Inilah yang menjadi penyebab timbulnya berbagai pertentangan lokal antar individu dalam sebuah keluarga yang saling berebut pengaruh. Keadaan seperti ini menimbulkan rasa fanatisme golongan (ta’ashub) dalam diri anggota ikatan ini. Mereka dikuasai oleh hawa nafsu dalam usahanya membela anggotanya terhadap anggota suku yang lain. Dengan demikian, ikatan semacam ini tidak sesuai dengan martabat manusia. Ikatan ini senantiasa menimbulkan berbagai pertentangan intern, kalau tidak disibukkan dengan berbagai perselisihan dengan pihak luar (keluarga, suku, bangsa, dan lain-lain).

Berdasarkan hal ini, ikatan nasionalisme merupakan ikatan yang rusak (tabi’atnya buruk) karena tiga hal:

(1) Karena mutu ikatannya rendah, sehingga tidak mampu mengikat antara manusia satu dengan yang lainnya untuk menuju kebangkitan dan kemajuan.

(2) Karena ikatannya bersifat emosional, yang selalu didasarkan pada perasaan yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri, yaitu untuk membela diri. Di samping itu ikatan yang bersifat emosional sangat berpeluang untuk berubah-ubah, sehingga tidak bias dijadikan ikatan yang langgeng antara manusia satu dengan yang lain.

(3) Karena ikatannya bersifat temporal, yaitu muncul saat membela diri karena datangnya ancaman. Sedangkan dalam keadaan stabil, yaitu keadaan normal, ikatan ini tidak muncul. Dengan demikian, tidak bisa dijadikan pengikat antara sesama manusia.

Demikian pula halnya dengan ikatan kesukuan termasuk ikatan yang rusak karena tiga hal:

(1) Karena berlandaskan pada qabilah/keturunan, sehingga tidak bisa dijadikan pengikat antara manusia satu dengan yang lainnya menuju kebangkitan dan kemajuan.

(2) Karena ikatannya bersifat emosional, selalu didasarkan pada perasaan yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri, yang didalamnya terdapat keinginan dan ambisi untuk berkuasa.

(3) Karena ikatannya tidak manusiawi, sebab menimbulkan pertentangan dan perselisihan antar sesama manusia dalam berebut kekuasaan. Karena itu, tidak bisa menjadi pengikat antara sesama manusia.

Selain ikatan-ikatan yang rusak tadi, masih terdapat ikatan lain yang dianggap oleh sebagian orang sebagai alat untuk mengikat anggota masyarakat, yaitu “ikatan kemaslahatan” dan ikatan kerohanian. yang tidak memiliki suatu peraturan.

3. Ikatan kemaslahatan/kepentingan

Ikatan kemaslahatan adalah ikatan yang sifatnya temporal . Hal ini disebabkan adanya peluang tawar menawar dalam mewujudkan kemaslahatan mana yang lebih besar, sehingga eksistensinya akan hilang begitu satu maslahat dipilih atau didahulukan dari maslahat yang lain. Apabila kemaslahatan itu telah ditentukan, berakhirlah persoalannya. Kemudian orang-orangnya pun membubarkan diri, karena ikatan itu berakhir tatkala maslahat telah tercapai. Jadi, ikatan ini amat berbahaya bagi para pengikutnya.

4. Ikatan kerohanian

Adapun ikatan kerohanian yang tidak memiliki peraturan, aktifitasnya hanya terlihat dari kegiatan spiritual saja. Ikatan ini tidak nampak dalam kancah kehidupan, bersifat parsial (terbatas pada aspek kerohanian semata) yang tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga tidak layak menjadi pengikat antar manusia dalam seluruh aspek kehidupannya. Dari sini jelas bahwa akidah yang dianut kaum Nashrani tidak dapat dijadikan pengikat antar bangsa-bangsa Eropa, walaupun semuanya menganut akidah tersebut, karena tergolong ikatan kerohanian yang tidak memiliki peraturan hidup sama sekali.

5. Ikatan Idiologis

Seluruh ikatan tadi (Ikatan 1-4) adalah ikatan yang lemah dan tidak layak dijadikan pengikat antar manusia dalam kehidupannya, apalagi untuk meraih kebangkitan dan kemajuan. Ikatan yang benar untuk mengikat manusia dalam kehidupannya adalah aqidah aqliyah (akidah yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan peraturan hidup menyeluruh. Inilah yang disebut sebagai ikatan ideologis (berdasarkan pada suatu mabda/ideologi.) Apabila kita telusuri dunia ini, kita hanya menjumpai tiga mabda (ideologi). Yaitu Kapitalisme, Sosialisme termasuk Komunisme, dan Islam. Dua mabda pertama, masing-masing diemban oleh satu atau beberapa negara. Sedangkan mabda yang ketiga yaitu Islam, tidak diemban oleh satu negarapun. Islam diemban oleh individu-individu dalam masyarakat. Sekalipun demikian, mabda ini tetap ada di seluruh penjuru dunia.

* * *

(Ibn Khaldun Aljabari, 2 Februari 2007)