8 Apr 2012

Tentang Tafsir Al Qur'an



Umat Islam memahami bahwa hidup mereka untuk mengemban dakwah Islamiyyah ke seluruh alam, satu-satunya landasan hidup mereka adalah Islam dan Islamlah yang menjadi pijakan kebangkitan mereka. Hanya dengan Islamlah, umat Islam akan meraih kemuliaan dan hanya kepada Islam, umat Islam berusaha menemukan jawaban atas permasalahan hidup mereka. Umat Islam menerima bahwa al Qur’an adalah pedoman hidup mereka, sehingga mereka berusaha mempelajari dan menafsirkan al Qur'an. Sikap umat Islam terhadap hadits Rasulullah saw sama sebagaimana sikap mereka terhadap al Qur'an, mereka kumpulkan berbagai riwayat yang tersebar, kemudian mereka berusaha memahaminya dan menjadikan al Qur'an dan as Sunnah sebagai rujukan bagi setiap permasalahan hidup mereka.
Ketika umat Islam tidak lagi menjadikan al Qur'an dan as Sunnah sebagai rujukan bagi permasalahan hidup mereka, maka – seperti saat ini – kemunduran umat Islam adalah sebuah fenomena yang tidak bisa kita pungkiri. Negeri-negeri Islam (al bilaad al Islamiyyah) memiliki kekayaan alam sangat besar, tetapi mereka tidak merasakan kekayaan tersebut. Sudah banyak generasi umat Islam yang berpendidikan, namun umat Islam tidak menunjukkan keunggulan dalam ilmu pengetahuan teknologi. Ini jelas sekali bertentangan dengan pernyataan Allah dalam al Qur'an:
كنتم خير أمة أخرجت للناس
Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan bagi manusia (QS Ali ‘Imran:110)

Kondisi umat Islam yang terpuruk tersebut disebabkan oleh tiadanya karakteristik umat terbaik pada diri umat Islam, sebagaimana Allah berfirman:
تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون بالله
Kalian menyuruh berbuat kebaikan dan melarang segala kemungkaran, serta kalian beriman kepada Allah (QS ali’Imran:110)

Umat Islam saat ini meninggalkan usaha menyeru kepada kebaikan (diin al Islam) dan menganjurkan kepada manusia untuk meninggalkan kemungkaran (diin ghoiri al Islam), yaitu aktivitas dakwah Islamiyyah, sebuah aktivitas yang sangat dipuji oleh Allah bahkan dinyatakanNya bahwa kalimat-kalimat dakwah adalah perkataan terbaik (QS Fushilat:33). Umat Islam saat ini pun tidak lagi menjadikan halal-haram sebagai standar perilakunya, yaitu tidak dilandasinya kehidupan mereka dengan syari’at yang telah diturunkan oleh Allah. Keimanan umat Islam saat ini sebatas keimanan ritual (aqidah ruhiyyah) tidak sampai kepada keimanan yang total dalam kehidupan sehari-hari (aqidah siyasiyyah), padahal Allah berfirman:
فلا وربك لا يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم ثم لا يجدوا في أنفسهم حرجا مما قضيت ويسلموا تسليما
Maka demi Tuhanmu (wahai Muhammad)! Mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam seluruh perselisihan yang timbul di antara mereka, kemudian mereka pula tidak merasa di hati mereka sesuatu keberatan dari apa yang telah engkau hukumkan, dan mereka menerima keputusan itu dengan penuh ketundukan. (QS an Nisaa’:65)

Allah tegaskan dalam seluruh perselisihan bukan hanya sebagian saja – bukan hanya dalam masalah sholat kita merujuk kepada Muhammad saw, bukan hanya dalam puasa Muhammad saw kita ikuti dan bukan hanya perkataan Muhammad saw yang kita ikuti – tetapi semua yang datang bersama Muhammad saw , baik dalam perkataan, perbuataan ataupun diamnya menjadi sumber aturan dalam setiap aktivitas hidup umat Islam.
Semua itu menuntut umat Islam kembali kepada dan menerima ajaran Islam dengan diawali oleh kemauan umat Islam untuk mempelajari berbagai pengetahuan-pengetahuan Islam (al ma’aarif al Islamiyyah). Satu diantara pengetahuan-pengetahuan Islam adalah tafsir al Qur'an.


Definisi Tafsir

Tafsir berasal dari kata fas-sa-ra yang berasal dari kata fa-sa-ra dengan huruf sin yang ditasydiid. Secara bahasa tafsir memiliki arti penjelasan atas suatu lafadz. Allah berfirman:
ولا يأتونك بمثل إلا جئناك بالحق وأحسن تفسيرا
Dan mereka (orang-orang kafir) tidak membawa kepadamu suatu masalah melainkan Kami bawakan kepadamu kebenaran dan penjelasan yang sebaik-baiknya. (QS al Furqon:33)
Penjelasan yang sebaik-baiknya adalah suatu kebenaran dengan lafadz yang lebih baik dan lebih jelas daripada yang mereka datangkan kepadamu.
Ta’wil berasal dari kata aw-wa-la yang berarti penafsiran dan penjelasan. Jadi, secara bahasa tafsir dan ta’wil memiliki arti yang sama. Namun, secara syar’i, ta’wil memiliki makna khusus yaitu penjelasan atas makna, sebagaimana firman Allah:
فأما الذين في قلوبهم زيغ فيتبعون ما تشابه منه ابتغاء الفتنة وابتغاء تأويله وما يعلم تأويله إلا الله
Adapun orang-orang yang ada dalam hatinya kecenderungan ke arah kesesatan, maka mereka selalu menurut apa yang samar-samar dari Al-Quran untuk mencari fitnah dan mencari-cari ta’wilnya. Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. (QS Ali ‘Imran:7)

Imam Qurthubiy dalam kitab Al Jami’ li Ahkamil Qur’an menyatakan bahwa tafsir adalah penjelasan tentang lafadz. Sebagaimana firman Allah laa roiba fiihi (tidak keraguan di dalamnya) ditafsirkan dengan laa syakka fiihi (tidak ada kebimbangan di dalamnya), sedangkan dita’wilkan dengan tiada keraguan dalam diri orang-orang yang beriman atau karena ia sendiri adalah kebenaran, maka dzatNya tidak mungkin bisa diragukan kebenarannya.
Karena itu, jika ada orang yang mengatakan tafrir, maka yang dimaksudkannya adalah penjelasan ayat-ayat al Qur'an. Sehingga, Imam as Suyuthi dalam kitab Al Itqon fii ‘Ulumil Qur’an memberikan definisi tafsir sebagai ilmu untuk memahami kitabullah yang diturunkan Allah kepada Rasulnya Muhammad saw untuk menjelaskan maknanya, untuk menyimpulkan hukum dan hikmahnya dengan bantuan ilmu bahasa Arab, ushul fiqh dan qiro’at, serta pengetahuan akan azbabun nuzul dan nasikh mansukh. Abdurrahman al Baghdadiy memberikan definisi yang lebih lengkap, yaitu ilmu untuk memahami kitabullah al Qur'an yang diturunkan kepada RasulNya Muhammad saw dengan menggunakan bahasa Arab baik secara bahasa maupun secara syar’i seperti: nahwu, bayan, Sunnah, pengertian kata dan susunannya yang terkait dengan aqidah, hadits-hadits hukum kemudian menarik kesimpulan hukum dari al Qur'an untuk memecahkan berbagai masalah yang muncul di setiap tempat dan waktu.


Sumber-sumber tafsir

Yang dimaksud dengan sumber-sumber tafsir bukanlah pengetahuan-pengetahuan seperti fiqh, balaghoh, tarikh. Berbagai pengetahuan tersebut adalah hal-hal yang mempengaruhi para mufassir ketika menafsirkan ayat-ayat al Qur'an atau ringkasnya, sekedar alat untuk menafsirkan ayat-ayat al Qur'an. Sumber-sumber tafsir adalah rujukan yang menjadi tempat para mufassir menggali tafsir. Sumber-sumber tafsir ada tiga macam, yaitu:
  1. Penukilan dari Rasulullah saw sebagaimana yang diriwayatkan dari Rasulullah saw ash sholatu al wustho sholatu al ashri. Juga seperti yang diriwayatkan oleh Ali ibn abi Tholib Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw tentang hari al hajjul akbar, beliau menjawab:”Yaumun Nahr” (hari pemotongan kurban) – HR Imam Ahmad dan Ibnu Majah. Penukilan ini tidak diambil selain kecuali berdasarkan kitab-kitab hadits yang shohih. Cara inilah yang ditempuh oleh generasi awal Islam.
  2. Ijtihad. Rasulullah bersabda al Qur'an adalah mudah, mengandung banyak segi, maka hendaklah kalian membawanya menurut seginya yang terbaik (HR Abu Nu’aim). Yang dimaksud oleh hadits tersebut bukanlah al Qur'an mengandung segi menurut orang yang menafsirkannya, namun satu lafadz atau satu kalimat mengandung berbagai segi pengertian dan penafsiran yang segi-segi pengertian tersebut dibatasi oleh makna yang menjadi kandungan kata atau kalimat tersebut, tidak keluar dari batas tersebut.
  3. Israiliyyat, yaitu kisah-kisah yang diambil dari orang-orang Yahudi dan Nasrani.Dalam berbagai kitab tafsir, banyak terkandung kisah-kisah Israiliyyat yang pada awalnya berasal dari Yahudi dan Nasrani yang menjadi muslim. Ada yang berniat baik dan ada pula yang buruk. Sebagai contoh kisah Nabi Khidlir sebagai tokoh untuk orang shalih yang ditemui oleh Nabi Musa as.


Kebutuhan Umat Islam Saat ini akan tafsir

Kondisi kehidupan manusia berubah drastis. Berbagai lembaga internasional telah berdiri, seperti: IMF, Bank Dunia PBB dan lain-lain. Berbagai bentuk hubungan sosial baru bermunculan, seperti: bercampurnya pria dan wanita sebagai murid dalam sekolah-sekolah, bioskop-bioskop menyediakan tempat bersama bagi pria dan wanita, perdagangan sperma dan lain-lain. Corak kekuasaan pun berubah, dulu umat Islam dibawah naungan Daulah Khilafah Islmiyyah, sekarang umat Islam terpisah-pisah dibawah naungan beragam sistem pemerintahan, seperti: republik, sosialis, federalisme, persemakmuran dan lain-lain.
Metoda penafsiran tetap seperti para sahabat melakukan penafsiran, yaitu dengan penukilan dan ijtihad. Penafsiran ayat al Qur'an, meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, tidak boleh berdasarkan teori-teori pengetahuan. Teori pengetahuan adalah susunan kalimat logis yang seolah-olah benar, namun karakter yang paling mendasar dari teori ilmiah adalah kesimpulan yang dihasilkan melalui metoda ilmiah sekedar persangkaan/dugaan. Asumsi-asumsi digunakan untuk membangun teori ilmiah, dimana asumsi adalah penyederhanaan permasalahan atau dengan kata lain asumsi adalah usaha menghilangkan faktor-faktor yang dianggap kecil berpengaruh.
Kitab tafsir disusun dengan latar belakang yang dimiliki para penulisnya. Fenomena dizaman para mufassirin salaf (terdahulu) berbeda dengan zaman para mufassirin berikutnya. Begitupun fenomena kehidupan kita saat ini, berbeda jauh dibandingkan zaman-zaman terdahulu. Berbagai fenomena tersebut memiliki hukum dalam syari’at Islam, namun yang menjadi permasalahan adalah penggalian hukum atas fenomena tersebut tidak setiap orang bisa melakukannya. Karenanya, tafsir dan mufassirin menjadi kebutuhan yang mendesak bagi umat Islam saat ini.

Wallahu a’lam bis showwab



 Hery Haldun 
(Kadepdatin PW. Hima Persis, Mahasiswa Pendidikan Sejarah STKIP Persis,  Santri Tahfidz & Dirasah Islamiyah Ma’had Hidayatullah Bandung)


Sumber rujukan

  1. Muhammad Husain Dzahabiy – Israiliat dalam Tafsir dan Hadits.
  2. DR. Abdul Majid Abdussalam al Muhtasib – Visi dan Paradigma Tafsir al Qur'an Kontemporer.
  3. Abdurrahman al Baghdadiy – Beberapa Pandangan Mengenai Penafsiran al Qur'an.
  4. Jalaluddin as Suyuthi – Al Itqon fii ‘Ulumil Qur’an
  5. Mannaa’ Khalil al Qattan – Studi Ilmu-Ilmu Qur’an


Ya Allah…Berikanlah hidayah kepadaku dan kepada saudaraku
                  Berikanlah kami solusi masalah kehidupan dengan al qur’an

Ya Allah…. Janganlah waktu kami terhabiskan
untuk mengurusi sampah-sampah pemikiran ummat
sehingga melalaikan kami menyelesaikan qadhiyah maslahah ummat.
Amiin.
Pojok Hima Persis
[Semangat untuk menyucikan Islam dari noda-noda para da’i penyebar tafsir ortodok (hermeneutik)]
17/01/08]

No comments:

Post a Comment

Jazakumullah Atas Komentarnya.