24 May 2009

Kembali Ke Pemikiran Islam


Sesungguhnya umat Islam akan senantiasa berada dalam kemuliaan selama mereka berpegang teguh kepada pemahaman Islam seraya istiqomah mengimplementasikan Islam dalam segala aspek kehidupan. Kapasitas Islam untuk mengantarkan umat manusia mencapai kebangkitan telah dibuktikan oleh para pendahulu kita. Pada masa Rasulullâh saw dan para sahabat Islam telah mengangkat derajat bangsa Arab yang sebelumnya tidak pernah diperhitungkan dalam percaturan dunia menjadi bangsa yang berpengaruh. Mereka mampu menerangi dunia dengan cahaya kebenaran. Para khalifah sepeninggal Rasulullâh saw melanjutkan perjuangan beliau menyatukan berbagai suku bangsa dalam satu akidah dan hukum. Yaitu akidah dan hukum Islam yang diterapkan secara nyata dalam Negara Khilâfah islamiyah yang menguasai dua pertiga dunia dan berjaya selama belasan abad.
Apabila umat Islam benar-benar memahami Islam secara jernih, umat dapat melalui kehidupan dengan arah dan metode yang jelas. Karena Islam memiliki aturan-aturan yang lengkap, adil dan sesuai dengan fitrah manusia sebagai solusi segala problematika kehidupan. Dan Islam mewajibkan setiap muslim untuk senantiasa terikat dengan arah dan metode tersebut. Oleh karena itu setiap muslim dituntut untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dengan mengembalikannya secara mutlak kepada Islam.
Dalam rangka memahami dan mengamalkan Islam seorang muslim harus memiliki pemahaman yang mendalam mengenai akidah dan syari'at Islam Allâh SWT berfirman
فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةً لِيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوْا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
"Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya dan supaya mereka itu dapat menjaga diri" (TQS. At-Taubah: 122)
Rasulullâh saw bersabda :
أيُهَا النَّاسُ تَعَلَمُو اِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلَّمِ وَالْفِقْهُ بِالْتَفَقُّهَ وَمَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهُ فِى الدِّيْنِ
"Wahai sekalian manusia belajarlah kalian! Sesungguhnya ilmu itu bisa didapat dengan belajar. Dan paham itu bisa diperoleh dengan cara memahami. Barang siapa yang Allâh menghendaki pada dirinya kebaikan, maka Allâh akan pahamkan dia dalam masalah agama" (THR. Ibnu Abi Ashim dan Thabrani)
Kedua nash tersebut menerangkan kewajiban mempelajari pemahaman Islam berlaku bagi setiap muslim (fardu 'ain). Setiap muslim harus memahami akidah Islam yang akan dijadikan landasannya dalam berpikir dan Syariat Islam sebagai panduan dan tolak ukur amal perbuatan. Oleh karena itu setiap muslim wajib mengerahkan segenap kemampuannya untuk mendapatkan pemahaman tersebut termasuk memahami ilmu pendukung untuk menggali pemahaman Islam. Menurut sebuah kaidah syara' : mâlâ yatimmu al wajîbbu illâ bihî fahua wâjibun (segala sesuatu yang menjadikan sempurnanya suatu kewajiban menjadikan sesuatu itu menjadi wajib). Maka dari itu ilmu pendukung seperti Bahasa Arab, Ushul fiqih, Ulumul Hadits dan Ulumul Quran wajib dipelajari, karena tanpa ilmu-ilmu tersebut kita tidak dapat memahami Islam dengan sempurna.
Namun kewajiban itu belum sempurna sehingga umat Islam dapat memahami permasalahan yang dihadapi dengan serinci-rincinya. Karena untuk menentukan status hukum dari setiap benda maupun perbuatan harus diketahui terlebih dahulu realitanya untuk kemudian dikaitkan dengan nash syara'. Setelah itu barulah didapatkan kesimpulan hukum yang benar. maka merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk memahami semua realita yang berkaitan dengan aktivitas yang ia lakukan dalam bidang ekonomi, politik, budaya, biologi, kesehatan, dan lain sebagainya.
Dengan sekedar memahami ilmu-ilmu tersebut bukan berarti kewajiban menuntut ilmu telah selesai, karena Islam menuntut kita untuk menyempurnakan semua kewajiban yang sering kali terkait dengan ilmu dan sarana pendukung. Misalnya untuk kewajiban berperang fîsabîlillâh:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَءَاخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لاَ تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لاَ تُظْلَمُونَ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allâh, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allâh mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allâh niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)” (TQS. al-Anfaal : 60).
Berarti Allâh SWT memerintahkan kita untuk mempelajari teknologi dan strategi perang untuk menyempurnakan kewajiban ini. Begitu pula ilmu-ilmu lain yang dapat menyempurnakan kewajiban seperti matematika, biologi, kedokteran, kimia, perindustrian dan lain sebagainya harus dikuasai dan berstatus hukum fardu kifayah. Rasulullâh saw berkata: “Carilah ilmu meskipun ke negeri Cina” (THR. Ibnu Adi dan Baihaqi dari Anas ra). Hadits ini menunjukkan kewajiban untuk mempelajari segala jenis ilmu dalam cakupan ilmu yang sangat luas.
Imam al-Ghazali pernah berkata: "Apabila ilmu-ilmu dan karya-karya yang dimiliki non muslim lebih utama dari yang dimiliki kaum muslimin, maka kaum muslimin berdosa dan kelak akan dituntut atas kelalaian itu."
Apabila seluruh umat Islam istiqomah dalam memenuhi kewajiban mendalami tsaqafah Islam, memahami relita kehidupan dan berjuang keras mengembangkan ilmu pengetahuan guna menyempurnakan kewajiban Allâh SWT akan memuliakan mereka.
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ
“Katakanlah (wahai Muhammad), apakah sama orang-orang yang berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan” (TQS. az-Zumar: 9).
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا اِلَى الْخَنَّةِ
“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allâh akan memudahkan jalan baginya menuju syurga” (THR. Muslim dan Tirmizi dari Abu Hurairah ra).
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allâh mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antara kamu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (TQS. al-Mujadalah: 11).
Janji Allâh SWT tersebut telah terbukti. Ketika Islam diyakini dan diterapkan Umat Islam selalu paling depan dalam meraih kemajuan-kemajuan yang gemilang dalam ekonomi, militer, pendidikan dan bidang kehidupan lainnya. Umat Islam telah melahirkan banyak ulama andal yang menguasai berbagai cabang ilmu. Tidak sedikit di antara mereka yang berpredikat sebagai mujtahid sekaligus ahli sains, pemikir, atau sastrawan. Nama-nama mereka tertulis dalam lembaran sejarah karena banyak memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi ilmu pengetahuan dan peradaban manusia pada umumnya.
Umat islam disegani oleh umat-umat lain. Pengaruh kaum Muslimin saat itu sangat kuat. Selama beberapa abad negeri-negeri Islam menjadi pusat peradaban dunia yang mempengaruhi corak peradaban dunia. Sejarah mencatat renaisance (kebangkitan eropa) amat dipengaruhi oleh peradaban Islam yandg diadopsi oleh barat.
Demikianlah bagiamana Islam mengangkat derajat kaum Muslimin selama mereka mengimani, memahami dan mengamalkan Islam dengan benar dan bersungguh-sungguh dalam menjaga kemurnian pemahamannya.
Namun sejak pertengahan abad XII Hijriyah (18 Masehi) kaum Muslimin mengalami kemunduran dengan sangat cepat. Kemunduran tersebut adalah akibat dari kelalaian umat dalam menjaga kemurnian pemahaman Islam dan pengamalannya. Akibatnya, semakin lama keimanan mereka semakin lemah dan semakin jauh dari syari’at.
Pada awal abad II Hijriyah banyak pemikiran asing yang bertentangan dengan Islam mulai menyelinap masuk ke dalam pemahaman kaum Muslimin. Filsafat-filsafat asing seperti filsafat Yunani, India, Persia, telah memengaruhi kaum Muslimin sehingga mereka terseret jauh dari pemahaman Islam yang sahih. Sebagian kaum Muslimin berupaya mengompromikan bahkan menginterpretasikan pemahaman Islam dengan pemahaman asing. Akibatnya pemahaman umat menjadi kacau dan jauh dari hakikat kebenaran.
Keadaan kaum Muslimin menjadi semakin parah tatkala orang-orang kafir mulai melancarkan serangannya dengan cara penjajahan fisik, perang pemikiran (Ghazwul Fikri) dan pergolakan budaya (Ghazwul tsaqafi). Kaum Muslimin terpukau oleh peradaban Barat sehingga mereka mencampakkan Islam. Pada akhirnya peradaban kaum Muslimin roboh diterjang pemikiran Barat. Dan buah dari semua itu kaum Muslimin harus menanggung kehinaan dan kenestapaan akibat penjajahan, fisik maupun pemikiran, yang dilakukan orang-orang kafir hingga saat ini.
Pengalaman adalah guru yang paling baik. Demikian petuah orangtua kita. Berkaca dari sejarah, kita dapat melihat betapa kelalaian dalam menjaga pemahaman Islam ini telah menjatuhkan kita pada titik terendah dari peradaban Islam. Suatu posisi yang tidak selayaknya ditempati oleh umat terbaik. Oleh karena itu kita harus melakukan upaya-upaya nyata untuk mengembalikan kejayaan kaum Muslimin. Hal paling mendesak untuk dilakukan adalah menarik kembali umat ke dalam pelukan Islam dengan cara menanamkan kembali pemahaman Islam ke dalam benak mereka seraya membersihkannya dari pemikiran-pemikiran kufur. []