5 Jan 2008

Muhammad Bin Abdul Wahhab


Lintasan sejarah mencatat, ketika kaum muslimin terlena oleh kehidupan dunia, ajaran-ajaran islam sudah mulai ditinggalkan, maraknya tahayul Bid’ah dan khurafat yang dilakukan oleh kaum muslimin di Jazirah Arab, lahirlah di sana tokoh pembaharuan Islam pertama dan utama di jamannya yaitu Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab. Siapakah Beliaudan Bagaimana pembaharuan yang beliu lakukan? Di kesempatan kali ini, secara ringkas akan penulis coba uraikan.

1. Nasab dan pertumbuhan beliau
Beliau adalah Asy-Syaikh Al-Imam Al-Mujaddid Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barra bin Musyrif At-Tamimi.
Kelahiran Beliau
Beliau dilahirkan pada tahun 1115 H atau 1701 M, di kota ‘Uyainah yang masih masuk wilayah Najd, sebelah barat dari kota Riyadh, Ibukota Arab Saudi Sekarang, jaraknya dengan kota Riyadh sekitar perjalanan 70 km.
Pertumbuhan Beliau
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab sejak masih kanak-kanak telah dididik dengan pendidikan agama. Beliau diajar langsung oleh ayahnya, Syeikh Abdul Wahhab tentang fikih mazhab Hambali, tafsir, hadits, aqidah dan beberapa bidang ilmu syar’i serta bahasa. Beliau seorang yang jenius dan cepat memahami. Di bawah asuhan bapaknya sendiri beliau belajar Beliau sangat menaruh perhatian besar terhadap kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qayyim rahimahumallah, sehingga beliau terpengaruh oleh keduanya dan berjalan di atas jalan mereka dalam mementingkan masalah aqidah yang benar, mendakwahkannya, membelanya dan memperingatkan dari perbuatan menyekutukan Allah, bid’ah serta khurafat. Berkat bimbingan kedua orangtuanya, ditambah dengan kecerdasan otak dan kerajinannya, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab berhasil menghafal 30 juz al-Quran sebelum ia berusia sepuluh tahun. Setelah itu, beliau diserahkan oleh orangtuanya kepada para ulama setempat sebelum akhirnya mereka mengirimnya untuk belajar ke luar daerah

2. Perjalanan beliau dalam menuntut ilmu
Setelah mencapai usia dewasa, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab diajak oleh ayahnya untuk bersama-sama pergi ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima - mengerjakan haji di Baitullah. Ketika telah selesai menunaikan ibadah haji, ayahnya kembali ke Uyainah sementara Muhammad tetap tinggal di Mekah selama beberapa waktu dan menimba ilmu di sana. Setelah itu, ia pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama disana. Di Madinah, ia berguru pada dua orang ulama besar yaitu Syeikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi dan Syeikh Muhammad Hayah al-Sindi.
Lantas beliau rihlah ke Bashrah dan beliau mendengarkan hadits, fikih dan membacakan nahwu kepada gurunya sampai menguasainya. Kemudian beliau rihlah ke daerah Ahsa’ dan bertemu dengan syaikh-syaikh Ahsa’, di antaranya Abdullah bin Abdul Lathif seorang hakim.

3. Kiprah Beliau dalam Menyerukan Tauhid
Melihat keadaan umat islam yang menurutnya sudah melanggar akidah, ia mulai merencanakan untuk menyusun sebuah barisan ahli tauhid (muwahhidin) yang diyakininya sebagai gerakan memurnikan dan mengembalikan akidah Islam. Oleh lawan-lawannya, gerakan ini kemudian disebut dengan nama gerakan Wahabiyah.
Informasi lengkap tentang Kiprah beliau bisa kita temukan dalam buku Syarah Aqidah Muhammad bin Abdul Wahhab, namun sedikit informasi tentang kiprah beliau dalam menyerukan tauhid ini bisa kita temukan pula di id.wikipedia.org dan wiramandiri.wordpress.com.
Lebih Lengkapnya, marilah kita simak paparannya sebagai berikut :
Muhammad bin Abdul Wahab memulai pergerakan di kampungnya sendiri, Uyainah. Ketika itu, Uyainah diperintah oleh seorang Amir (penguasa) bernama Usman bin Muammar. Amir Usman menyambut baik ide dan gagasan Syeikh Muhammad, bahkan beliau berjanji akan menolong dan mendukung perjuangan tersebut.
Pimpinan ‘Uyainah pun menyambut beliau, membantunya, mendukungnya dan bersama dengan beliau menghancurkan kubah Zaid bin Al-Khatthab dan menghancurkan beberapa kubah serta kubur yang dibangun, bahkan bersama beliau merajam seorang wanita yang datang mengaku telah berzina padahal dia muhshan (telah pernah menikah- ed).
Ketika beliau menghancurkan kubah dan melakukan rajam dalam masalah zina, maka menjadi masyhurlah perkara beliau dan tersiarlah reputasi baik beliau. Masyarakat pun mendengar tentang beliau, dan berdatangan dari berbagai daerah sekitarnya membantu beliau sehingga semakin besarlah kekuatan beliau.
Kemudian, sampailah berita perbuatan Asy-Syaikh menghancurkan kubah dan kubur serta penegakan hukum had kepada pemerintah Ahsa’ dan sekutu-sekutunya. Hal ini membuat pemerintah Ahsa’ merasa khawatir terhadap kerajaannya dan memerintahkan kepada Utsman bin Ma’mar untuk membunuh Asy-Syaikh atau mengusirnya dari ‘Uyainah. Jika tidak dilakukan, maka akan diputus upeti darinya. Maka Utsman bin Ma’mar akhirnya menerima desakan ini dan memerintahkan Asy-Syaikh agar keluar dari ‘Uyainah dan beliaupun keluar darinya menuju Dir’iyyah. Hal itu terjadi pada tahun 1158 H.
Di Dir’iyyah beliau singgah sebagai tamu Muhammad bin Suwailim Al-‘Uraini, lantas pemimpin Dir’iyyah Muhammad bin Su’ud mengetahui akan kedatangan Asy-Syaikh. Dan disebutkan bahwa yang memberitahukan kedatangan Asy-Syaikh adalah isteri Ibn Su’ud sendiri.
Beberapa orang shalih mendatangi wanita tersebut dan berkata kepadanya,
“Beritahukan kepada Muhammad (Ibn Su’ud –ed) tentang orang ini! Semangatilah dia untuk mau membelanya dan beri motivasi kepadanya agar mau mendukung serta membantunya.”
Istri Muhammad adalah seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa. Ketika sang amir Muhammad bin Su’ud pemimpin Dir’iyyah dan sekitarnya masuk menemui istrinya, istrinya pun berkata kepadanya,
“Bergembiralah dengan ghanimah (anugerah) yang besar ini. Ini adalah ghanimah yang Allah kirimkan kepadamu, seorang lelaki yang menyeru kepada agama Allah, menyeru kepada Kitabullah, menyeru kepada sunnah Sungguh betapa ghanimah yang begitu besar. BersegeralahRasulullah menerimanya, bersegeralah menolongnya, dan jangan kamu berhenti saja dalam hal itu selamanya.”
Sang amir pun menerima saran istrinya dan sungguh bagus apa yang dilakukannya rahimahullah. Amir pergi ke kediaman Muhammad bin Suwailim Al-‘Uraini dan berkata kepada Asy-Syaikh,
“Bergembiralah dengan pertolongan dan bergembiralah dengan keamanan.”
Maka Asy-Syaikh berkata kepadanya,
“Dan Anda juga bergembiralah dengan pertolongan, bergembiralah dengan kekokohan dan kesudahan yang terpuji. Ini adalah agama Allah, siapa yang menolongnya niscaya Allah akan menolongnya. Siapa yang mendukungnya niscaya Allah akan mendukungnya.”
Kemudian amir berkata kepada Asy-Syaikh,
“Aku akan membaiatmu di atas agama Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan Allah. Akan tetapi aku khawatir jika kami telah mendukungmu dan membantumu lantas Allah memenangkanmu atas musuh-musuh Islam lantas engkau menginginkan selain bumi kami dan berpindah dari kami ke tempat lain.”
Maka Asy-Syaikh menanggapinya,
“Bentangkan tanganmu, aku akan membaiatmu bahwa darah dibalas dengan darah, kehancuran dengan kehancuran dan aku membaiatmu untuk tetap tinggal bersama kalian dan aku tidak akan keluar dari negerimu selamanya.”
Demikianlah, Asy-Syaikh tinggal di Dir’iyyah dalam keadaan dihormati dan didukung sepenuhnya, menyeru kepada tauhid dan memperingatkan dari syirik. Orang-orang pun berdatangan, baik secara berkelompok maupun individu. Beliau mengajarkan aqidah, Al-Qur’an Al-Karim, tafsir, fikih, hadits, musthalah hadits, berbagai ilmu bahasa Arab dan tarikh.
Beliau biasa berkirim surat dengan para ulama dan umara dari berbagai negeri dan penjuru, menyeru mereka kepada agama Allah sehingga tersebarlah dakwah beliau. Setelah itu semakin banyaklah kedengkian, mereka lantas berhimpun dan bersatu menentang beliau. Maka amir mengobarkan jihad dengan pedang dan tombak, dan peristiwa itu terjadi pada tahun 1158 H.
Demikianlah perjalanan beliau dalam menda’wahkan tauhid kepada umat islam sehingga banyak umat islam yang terselamatkan dan tercerahkan dalam beragama sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan As Sunnah hingga saat ini dan yang akan dating.

4. Guru-guru beliau
Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab selama hidupnya telah berguru kepada para ulama yang mumpuni dalam bidangnya, yaitu :
1. Ayah beliau sendiri Asy-Syaikh Abdul Wahhab bin Sulaiman
2. Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif, yaitu ayah Asy-Syaikh Ibrahim bin Abdullah pengarang kitab Al-‘Adzbu Al-Faidh fi ‘Ilmil Faraidh.
3. Asy-Syaikh Muhammad Hayah bin Ibrahim As-Sindi
4. Asy-Syaikh Muhammad Al-Majmu’i Al-Bashri
5. Asy-Syaikh Musnid Abdullah bin Salim Al-Bashri
6. Asy-Syaikh Abdul Lathif Al-Afaliqi Al-Ahsa’i

5. Murid-murid beliau
Asy Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab telah berhasil mendidik para muridnya untuk melanjutkan da’wahnya. Diantara Sekian banyak muridnya, yaitu :
a. Al-Imam Abdul Aziz bin Su’ud
b. Al-Amir Su’ud bin Abdul Aziz bin Sulaiman
c. Putra-putra beliau sendiri, Asy-Syaikh Husain, Asy-Syaikh Ali, Asy-Syaikh Abdullah dan Asy-Syaikh Ibrahim.
d. Cucu beliau Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan, penulis kitab Fathul Majid
e. Asy-Syaikh Muhammad bin Nashir bin Ma’mar
f. Asy-Syaikh Abdullah Al-Hushain
g. Asy-Syaikh Husain bin Ghannam

6. Karya-karya beliau
Selain pandai dalam menda’wahkan islam secara lisan, beliau pun dikenal sebagai ulama yang pandai akan menulis. Berikut sebagaian karya tulis beliau yang tersebar di masyarakat dan menjadi referensi umat dalam mengkaji ajaran islam :
a. Kitabut Tauhid
b. Ushulul Iman
c. Kasyfusy Syubhat
d. Tsalatsatul Ushul
e. Mufidul Mustafid fi Kufri Tarikit Tauhid
f. Mukhtashar Fathul Bari
g. Mukhtashar Zadul Ma’ad
h. Masa’il Jahiliyyah
i. Fadhailush Shalah
j. Kitabul Istimbath
k. Risalah Ar-Radd ‘ala Ar-Rafidhah
l. Majmu’atul Hadits, dll.

7. Wafat beliau
Muhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dar’iyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan pada Kerajaan Saudi Arabia. Pada hari Jum’at di akhir bulan Dzulqa’dah tepatnya tanggal 29 Syawal 1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun beliau kembali ke Rahmatullah. Jenazahnya dikebumikan di Dar’iyah (Najd), Arab Saudi.
Hanya kepada Allah kami memohon untuk menyingkap segala kesusahan
Dan tiada tempat memohon selain kepada Allah Al-Muhaimin
Telah tenggelam mataharinya pengetahuan dan petunjuk
Sehingga mengalirlah darah di pipi dan bercucuranlah air mataku
Seorang imam yang manusia tertimpa musibah dengan kehilangannya
Dan terus mengelilingi mereka berbagai musibah menyakitkan dengan perpisahannya
Menjadi kelam segala penjuru negeri sebab kematiannya
Dan menimpa mereka kesulitan mengerikan yang menyedihkan
Sebuah bintang yang jatuh dari ufuk dan langitnya
Sebuah bintang yang terkubur di tanah berlembah sunyi
Bintang keberuntungan yang bersinar cahayanya
Dan bulan purnama yang mempunyai tempat terbit di tempat sebelah kanan
Dan waktu subuh yang sinarnya menerangi manusia
Sehingga kelamnya kegelapan setelah itu menjadi lenyap
(Qasidah Asy-Syaikh Husain bin Ghannam dalam buku “Ar-Radd ‘alal Rafidhah”)


herynet@gmail.com
Ketahui lebih dekat tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dengan membaca buku/kitab “Syarah Aqidah Muhammad bin Abdul Wahhab” Penulis : Syaikh Zaid bin Muhammad al Madkhaly Penerbit : Pustaka Ar Royyan.2007

No comments:

Post a Comment

Jazakumullah Atas Komentarnya.