11 Jan 2008

Aktualisasi Hijrah

Seperti rutinitas, pada bulan Muharram 1429 Hijriyah ini kaum muslimin memperingati hijrahnya Rasululah saw. Beraneka ragam kegiatan digelar, ada kegiatan muhasabah, mabit, karnaval, , festival seni, seminar, zikir akbar serta beraneka kegiatan lainnya yang bernuansa islami tentunya. Kegiatan tersebut bertujuan untuk menumbuhkan kecintaan kepada kalender islam, serta untuk menyegarkan kembali pemahaman kaum muslimin terhadap peristiwa besar, yakni hijrahnya Rasulullah saw dan para sahabat dari Makkah ke Madinah

Makna Hijrah

Secara bahasa, hijrah artinya berpindah tempat. Adapun secara syar’i, para fuqaha mendefinisikan hijrah sebagai keluar dari darul kufr menuju darul islam. ( An Nabhani, Asy-Syakhsiyyah Islamiah,II/276; Al Jurjani, At Ta’rifat,I/83).

Darul Islam dalam definisi ini adalah wilayah (Negara) yang menerapkan syariat islam secara total dalam segala aspek kehidupan dan keamanannya berada ditangan kaum muslim. Sebaliknya, Darul kufur adalah wilayah (Negara) yang tidak menerapkan syariat islam dan keamanannya bukan di tangan kaum muslim, sekalipun mayoritas penduduknya beragama islam. Definisi hijrah ini diambil dari fakta Hijrah Nabi saw dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah ( yang kemudian menjadi darul Islam).

Peristiwa Hijrah setidaknya memberikan makna sebagai berikut. Pertama, Pemisah antara kebenaran dan kebatilan; antara Islam dengan kekufuran; serta antara darul islam dengan darul kufur. Paling tidak, demikianlah menurut Umar bin Khatab ketika beliau menyatakan “ Hijrah itu memisahkan antara kebenaran dan kebatilan”.( HR. Ibn Hajar).

Kedua, tonggak berdirinya Daulah islamiah (Negara islam) untuk pertama kalinya. Dalam hal ini para ulama dan sejarahwan Islam telah sepakat bahwa madinah setelahg hijrah nabi saw telah berubah dari sekedar kota menjadi sebuah Negara islam; bahkan dengan struktur yang- menurut cendikiawan Barat, Robert N Bellah- terlalu modern untuk ukuran zamannya. Saat itu, Muhammad saw sendiri yang menjabat sebagai kepala negaranya.

Ketiga, awal kebangkitan Islam dan kaum muslim yang pertama kalinya, setelah 13 tahun sejak kelahirannya, Islam dan kaum muslimin terus dikucilkan dan ditindas secara zalim oleh orang-orang kafir makkah. Setelah Hijrahnya ketertindasan dan kemalangan umat islam berakhir. Setelah Hijrah pula Islam bangkit dan berkembang pesat hinga menyebar ke seluruh jazirah Arab serta mampu menembus berbagai pelosok dunia. Tidak hanya di Jazirah Arab dan seluruh timur tengah, bahkan mampu menembus ke jantung Eropa.

Masa Jahiliyah

Kita harus juga mengakui, meskipun berbagai peringatan telah banyak dilakukan, belum terdapat perubahan yang signifikan dari masyarakat kita. Bisa disebut kehidupan umat islam masih dalam keadaan mundur. Bahkan ada kecenderungan kita kembali ke masa jahiliyah

Dalam berekonomi, pada jaman jahiliyah terdapat riba, kecurangan, upaya menghalalkan segala cara dan penumpukan kekayaan pada elit-elit terkemuka masyarakat, kenyataannya terjadi pada umat islam sekarang ini. Bayangkan, pada saat ekonomi masyarakat semakin sulit harga-harga mahal, kemiskinan dan pengangguran bertambah, seorang menteri malah-malah melonjak kekayaannya. Indonesia negeri muslim yang kaya, sementara rakyatnya hidup menderita.

Di bidang sosial-budaya, kondisi saat ini hampir mirip bahkan lebih tragis daripada jaman jahiliyah. Di masa jahiliyah pelacuran dan perzinahan merajalela, bahkan dianggap budaya. Rumah-rumah pelacur diberi tanda khusus. Kondisi yang sama terjadi saat ini. Pelacuran dan perzinahan bisa ditemukan dengan gampang, bahkan dilindungi dengan cara dilokalisasi. Kemaksiatan dilegalisasi dengan alasan meraih keuntungan pajak, yang juga tidak jelas penggunaannya.

Kalau di masa jahiliyah yang di bunuh anak-anak perempuan yang sudah lahir, pada jaman sekarang anak lelaki pun telah dibunuh, bahkan masih di dalam kandungan dengan cara aborsi.

Dalam politik tidak jauh beda kondisinya dengan jaman jahiliah dulu. Kedaulatan membuat hukum pada masa jahiliyah berada pada pemuka-pemuka masyarakat atau elit politik. Hukum dtentukan. Oleh mereka berdasarkan hawa nafsu. Tidak jauh beda dengan sekarang, manusia menjadi sumber hukum atas nama kedaulatan rakyat. Padahal realitasnya, yang membuat keputusan bukanlah rakyat, tetapi elit politik yang mengatasnamakan rakyat. Tidak aneh jika keputusan yang diambil oleh para elit politik di parlemen justru bertentangan dengan kepentingan rakyat. Esensinya sama, menempatkan manusia, tepatnya hawa nafsu manusia, sebagai sumber hukum.

Aktualisasi Hijrah Saat ini

Muslim sejati adalah orang yang selalu peduli terhadap kesempurnaan peribadahannya kepada Allah swt. Jika ia menyadari bahwa pekerjaan dan muamalahnya bertentangan dengan syariah Islam, atau akan menjerumuskan kepada kenistaan, maka ia akan segera meninggalkan semua itu, dan berpindah menuju ke pekerjaan muamalah islami. Begitu pula jika ia hidup di sebuah negeri yang menerapkan aturan-aturan kufur, maka dengan sekuat tenaga ia akan menjaga agamanya dari segala bentuk kekufuran dan kemaksiatan. Tidak hanya itu, ia juga akan berusaha sekuat tenaga untuk mengubah aturan-aturan kufur tersebut, dan menggantinya dengan aturan-aturan islam, agar ia bias menjalankan semua perintah Allah tanpa ada halangan lagi. Dengan kata lain, ia akan selalu memikirkan berbagai upaya dan cara agar keadaan masyarakat yang kufur itu berubah (berpindah) menuju masyarakat islami. Ia tidak hanya menunggu-nunggu tegaknya Daulah Islamiah di negeri lain sehingga ia bisa hijrah ke sana. Namun, ia berupaya keras menegakkan kekuasaan islam di negerinya dan turut serta berjuang bersama kaum muslimin yang lain untuk mewujudkan kembali tatanan masyarakat dan Negara yang diatur dengan syariah islam.

Atas dasar itu, aktualisasi hijrah dalam konteks sekarang harus dimaknai dengan perjuangan untuk melanjutkan kembali kehidupan islam dalam ranah individu, masyarakat dan negara. Selamat Berjuang!!!

[Daarul Fiqr, 2 Muharram 1429 H ]

Ibn Khaldun,

=============================================================

Update Tsaqafah Islam-mu tentang “Hijrah” dengan membaca :

“Muqaddimah Ibn Khaldun”. Penulis Ibnu Khaldun. Penerbit Pustaka Firdaus, cet.Ke-6.Tahun 2006 dan Majalah Al-Wa’ie, No 89, “ Aktualisasi Hijrah” Januari 2008.

No comments:

Post a Comment

Jazakumullah Atas Komentarnya.