27 Jan 2008

Islam Agama Spiritual dan Politik


Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian.” (Al-Maidah: 3)

Dalam ayat yang mulia di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seluruh manusia adalah agama yang sempurna, mencakup seluruh perkara yang cocok diterapkan di setiap zaman, setiap tempat dan setiap umat. Islam adalah agama yang sarat dengan ilmu, kemudahan, keadilan dan kebaikan. Islam adalah pedoman hidup yang jelas, sempurna dan lurus untuk seluruh bidang kehidupan. Islam adalah agama dan negara (daulah), di dalamnya terdapat manhaj yang haq dalam bidang hukum, pengadilan, politik, kemasyarakatan dan perekonomian serta segala perkara yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupan dunia mereka, dan dengan Islam nantinya mereka akan bahagia di kehidupan akhirat.

Setidaknya ada tiga konsep yang diatur oleh Islam. Pertama, mengatur segenap perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan penciptanya, hal ini tercermin dalam keimanan dan ibadah, spiritual dan ritualitas. Kedua, mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Hal ini diwujudkan dalam perkara akhlak makanan dan pakaian. Ketiga, hubungan manusia dengan lingkungan sosial. Hal ini diwujudkan dengan muamalah dan ‘uqubat.

Dapat disimpulkan, Islam adalah agama spiritual sekaligus politik. Islam sebagai agama spiritual maksudnya Islam mengatur bagaimana cara berhubungan dengan tuhannya. Adapun Islam sebagai agama politik, sebagaimana dijelaskan oleh Hafidz Abdurrahman (2004) Sistem politik dalam pandangan Islam adalah hukum atau pandangan yang berkaitan dengan cara bagaimana urusan masyarakat dikelola dan diatur dengan hukum Islam.

Hal ini bisa dibuktikan secara historis, normatif dan empiris. Dengan melihat nas, dan fakta sejarah kejayaan yang pernah dicatat dalam lembaran sejarah kegemilangan Islam sejak pertama kali tegaknya di Madinah sebagai mabda’ hingga runtuhnya Khilafah Islam di Turki pada tanggal 3 Maret 1924, serta sisa-sisa penerapan Islam di negeri kaum muslimin, terbukti bahwa Islam merupakan agama politik dan spiritual.

Pertama, secara normatif, Islam sebagai ajaran politik dan spiritual terlihat dari adanya elemen yang dimiliki Islam berupa pemikiran (thought) dan metode (methode).

Elemen thought ini meliputi :
1. Aqidah Islam yaitu keimanan kepada kepada Allah, Rasul, Malaikat, Kitab, Kiamat , Qadla dan qadar; .
2. Pemecahan masalah kehidupan manusia, yang meliputi hukum syara’ yang berkaitan dengan seluruh masalah kehidupan manusia, baik dengan tuhannya, seperti ibadah, ataupun masalah manusia dengan sesamanya, seperti ekonomi, sosial, politik, pendidikan, sanksi hukum dan sebagainya, maupun masalah manusia dengan dirinya sendiri, seperti masalah makanan, pakaian dan akhlak. (Abdurrahman : 2004)

Adapun elemen methode ini meliputi bagaimana konsep ini diterapkan, dipertahankan dan dikembangkan, antara lain :
1. Metode menerapkan aqidah dan hukum syara’, yaitu melalui negara khilafah Islam dan partai politik Islam yang menegakkan Islam;
2. Metode mempertahankan aqidah dan hukum syara melalui institusi pengadilan (al qadha) dan penerapan sanksi hukum (uqubat) kepada para pelaku pelanggaran ‘aqidah dan hukum syara, yang dijalankan oleh khilafah Islam. Misalnya orang murtad dibunuh, orang yang membangkang (bughat) terhadap khilafah Islam akan diperangi, orang yang meninggalkan sholat akan dikenakan ta’zir, orang yang mencuri akan dipotong tangannya, pelaku zina akan dirajam sampai mati, atau dicambuk sampai seratus kali, orang yang membuka aurat di tempat umum akan dikenai ta’zir, orang yang melakukan praktek suap dikenakan ta’zir dan sebagainya.
3. Metode mengemban aqidah dan hukum syara’ yang dilakukan melalui da’wah yang diemban oleh individu,partai politik dan negara, serta jihad fii sabiilillah baik defensif maupun ofensif, yang dijalankan oleh khilafah Islam. Jihad ini dimaksud untuk menghancurkan dinding penghalang yang menghalangi masuknya cahaya Islam di wilayah yang diperangi. Dengan begitu, para penduduk wilayah tersebut akan dapat menyaksikan cahayanya dengan sempurna.

Jihad ini dilakukan dengan tiga fase :
1. Diseru untuk memeluk Islam, ketika bersedia menerima, mereka dibiarkan, dimana harta, darah dan kehormatan mereka dijaga oleh Islam;
2. Apabila tidak setuju, mereka diserukan agar tunduk kepada pemerintahan Islam dengan cara menerapkan semua hukum Islam yang menyangkut urusan sosial,ekonomi, politik, pendidikan, uqubat (sanksi) dan hukum-hukum lain, kecuali akidah, ibadah, makanan, pakaian, dan pernikahan (nikah dan cerai);
3. Apabila tidak setuju, mereka akan diperangi habis-habisan sampai tunduk kepada Islam.

Kedua, secara historis, banyak bukti bisa dilihat dalam catatan sejarah, sebagaimana yang dibukukan oleh ahli sejarah, baik dalam sirah maupun tarikh, seperti Sirah ibn Ishaq, Maghazi al Waqidi, Tabaqat ibn Sa’ad, Sirah ibnu Hisyam, Tarikh al-Umam wa al Mulk, Tarikh ibn Atsir, Tarikh ibnu Katsir dan sebagainya (Abdurrahman : 2004).

Semua buku-buku tersebut mengungkapkan bagaimana konsep Islam diterapkan dalam ranah spiritual dan politik. Hanya dalam sejarah sering kali tidak dipisahkan anatara penerapan syariat yang gemilang dengan penyimpangan penerapannya. Maka, satu-satunya bukti otentik penerapan syariat Islam dapat kita ketahui dari informasi kitab-kitab fiqh yang membahas tentang sumber hokum islam ini, mulai dari zaman Rasulullah hingga zaman ke Khilafahan islam terakhir di Turki. Kendatipun demikian, sejarah telah mencatat selama 1300 tahun lebih Islam telah diterapkan sebagai mabda yang memimpin dunia dengan cemerlang.

Ketiga, secara empiris, kenyataannya banyak bukti bisa kita saksikan hingga saat ini. Bagaimana Islam diterapkan sebagai agama spiritual dan politik. Gambaran yang rinci dijelaskan oleh Taqiyuddin An Nabhani yang dikutip oleh Hafidz Abdurrahman (2004) berkenaan dengan bukti empiris Islam sebagai agama dan politik. Pertama, konsep Islam direpresentasikan dalam lembaga pengadilan yang bertugas meyelesaikan permasalahan masyarakat. Dan tercatat, selama kekhalifahan islam tidak pernah ada suatu permasalahan yang muncul di masyarakat, kecuali selalu diselesaikan dengan hukum islam. Kedua, melalui institusi pemerintahan (al hakim) yang bertugas melaksanakan seluruh hukum Islam di tengah masyarakat. Mengenai bukti empiris penerapan syariat Islam dalam pemerintahan ini dapat kita temukan di buku-buku fiqih.

Istilah-istilah seperti Khalifah, Mu’awin tafwidh (wakil khalifah), Mu’awin tanfidz (Pembantu administrasi khalifah), Wullat wa al-Ummal (Penguasa wilayah dan daerah), al-jihaz al-idari (Biro administrasi umum), Amir al-Jihad (Panglima Perang), Majlis Umat dan Pengadilan, merupakan struktur pemerintahan yang menerapkan hukum Islam (An Nabhani : 1963). Inilah fakta dan bukti empiris yang telah membuktikan keutuhan Islam sebagai ajaran agama yang komprehensif baik menyangkut konsepsi politik maupun spiritualnya. Wallahu’alam.

* * *

(25 Januari 2008)

Referensi : Diskursus Islam Politik dan Spiritualitas, Hadisz Abdurrahman. Al Azhar Press.2004
[dimuat di percikaniman.org tgl 26 januari 2008]

No comments:

Post a Comment

Jazakumullah Atas Komentarnya.